Perayaan 20 tahun "kemerdekaan" Timor diwarnai oleh peristiwa dilantiknya pemenang hadiah nobel Jose Ramos-Horta sebagai presiden Timor Leste.
Sebagai pengingat melalui referendum yang difasilitasi oleh Indonesia akhirnya Timor Leste yang saat itu bernama Timor Timur memutuskan memisahkan diri dari Indonesia yang sebelumnya telah menjadikan Timor Timur menjadi salah satu propinsi di Indonesia sejak tahun 1975 setelah sebelumnya menjadi koloni portugis.
Siapa Ramos Horta?
Nama Ramos Horta dalam perpolitikan Timor Leste tidak asing lagi karena disamping sebagai solusi, kehadirannya juga berperan dalam pergolakan perpolitikan di Timor Leste.
Setelah tinggal di pengasingan selama kurang lebih 30 tahun akhirnya Ramos Horta kembali ke Timor Leste pada tahun 1999.
Sebelumnya pada tahun 1996 Ramos Horta bersama dengan Uskup Carlos Felipe Ximenes Belo diberikan hadiah nobel atas perannya "membawa solusi penyelesaian konflik" di Timor Leste.
Saat itu pemberian hadiah nobel ini sangat kental dengan aroma politik dan lobi pihak pihak yang memang menginginkan Timor Leste lepas dari Indonesia.
Kelak di kemudian hari dalam perjalannya dasar pemberian hadiah nobel pada Ramos Horta atas dasar perannya menyesaikan konflik ini masih dapat dipertanyakan karena setelah merdeka ternyata Ramos Horta menjadi pusaran terjadinya konflik baru pergulatan perpolitikan Timor Leste (baca selengkapnya di sini).
Dalam pilpres yang terjadi dua putaran ini Ramos Horta memang berhasil mengalahkan petahana Francisco "Lu Olo" Guterres yang merupakan teman seperjuangannya dalam memerdekakan Timor Leste. Namun tentunya dengan berakhirnya pilpres ini bukan berarti konflik politik yang ada akan selesai dengan sendirinya.