Nasib Presiden Perancis Emmanuel Macron yang secara de facto digadang sebagai pimpinan Eropa dalam penyelesaian konflik Rusia dan Ukraina akan ditentukan tanggal 24 April 2020 mendatang akan dipertaruhkan.
Peluang Emmanuel Macron dikalahkan oleh Marine Le Pen yang juga merupakan lawan utamanya juga di pemilihan presiden Perancis di tahun 2017 lalu pada pilpres kali ini semakin besar.
Semakin besarnya peluang dikalahkannya Emmanuel Macron sangat erat terkait dengan performanya sebagai pertahana dalam memimpin Perancis dan juga semakin matangnya Marine Le Pen dalam berpolitik.
Beda Strategi
Jika dulunya Marine Le Pen pada pilpres lalu hanya mengandalkan sentimen "white Superiority" (baca asli Perancis) dan kebijakan anti pendatang nya, kini banyak kalangan yang menilai dirinya semakin matang dalam berpolitik, sehingga tidak heran dalam putaran pertama sebagai pertahana Emmanuel Macron hanya menang tipis.
Dalam perjalannya memimpin Perancis Macron memang getol mempimpin tidak saja Perancis namun juga Eropa untuk melakukan diplomasi dengan Putin untuk mencegah Rusia menginvasi Ukraina.
Tidak dapat dipungkiri Emmanuel Macron menggunakan isu konflik Rusia dan Ukraina ini untuk meningkatkan popularitasnya yang semakin menurun di mata rakyat Perancis. Namun sayangnya upaya itu gagal menghentikan langkah Putin menginvasi Ukraina.
Salah satu pukulan telak yang dihadapi oleh Emmanuel Macron adalah ketika Perancis dikesampingkan secara sengaja oleh Amerika dan Inggris dalam perjanjian pembuatan kapal selam berteknologi nuklir super canggih tinggi untuk Australia.
Padahal sebelumnya Perancis dan Australia sudah melakukan kesepakan membangun kapal selam super canggih ini.