Pemberian doktor kehormatan dan bahkan professor kehormatan memang merupakan hak suatu universitas untuk mengeluarkannya dan memberikan pada seseorang yang menurut pertimbangan pantas untuk diberikan.
Gelar doktor kehormatan memang dapat diberikan kepada seseorang atas dasar kiprah dan karya nyatanya dalam bidang ilmu tertentu yang menyebabkan dirinya dihargai dan diberi gelar doktor kehormatan, walaupun secara akademis orang tersebut tidak menempuh pendidikan S3.
Namun seringkali pemberikan gelar doktor kehormatan ini banyak dikritik masyarakat terkait dengan kepantasan seseorang menerima gelar doktor kehormatan karena seringkali lebih berbau politis dan tujuan tertentu dari pemberian gelar ini.
Dalam dunia akademis pemberian gelar doktor kehormatan dan juga professor kehormatan ini memang biasa dilakukan namun biasanya sangat selektif dengan aturan tang sangat ketat.
Oleh sebab itu, jika ada perguruan tinggi yang menghambur hamburkan gelar doktor kehormatan ataupun professor kehormatan akan mengundang kritik pedas dari para akademisi dan juga masyarakat karena dianggap merusak budaya akademis.
Rupanya gonjang ganjing pemberian doktor kehormatan ini tidak saja melanda dunia pendidikan tinggi di Indonesia namun juga menimpa salah satu universitas kelas dunia di Australia yaitu University of Melbourne.
Minggu lalu pihak University of Melbourne mempublikasikan photo pemberian gelar doktor kehormatan yang menggambarkan ada 6 orang penerima gelar kehormatan tersebut.
Publikasi photo ini ternyata mengundang kotroversi dan juga dampak yang besar karena pertama dari segi jumlah pemberian gelar kehormatan ini dapat dikategorikan kurang wajar karena jumlahnya cukup banyak.
Kedua kontroversi dan debat di kalangan akademis terjadi karena penerima gelar kehormatan yang diberikan oleh Melbourne university semuanya laki laki berkulit putih.
Dalam catatan selama tiga tahun terakhir ini ternyata semua gelar doktor kehormatan yang dikelurkan oleh uversity of Melbourne hanya diberikan pada orang kulit putih (baca kaukasia) saja.