Bagi Indonesia tanaman kopi, jambu mete dan alfukat tentunya sudah tidak asing lagi karena tanaman ini sudah menjadi ikon sekaligus andalan bagi perekonomian masyarakat karena misalnya kopi memiliki nilai ekspor yang sangat tinggi.
Tanaman perkebunan ini tentunya tidak saja memiliki nilai ekonomis yang tinggi namun juga memiliki nilai historis dan budaya yang melekat pada masyarakat dimana tanaman ini dibudidayakan.
Sebut saja kopi Toraja, kopi Gayo, kopi Kintamani, kopi Wamena dan jenis kopi lainnya yang sudah dikenal dunia dan membawa nama harum daerah ke level dunia.
Ketiga tanaman perkebunan ini tergolong tanaman yang berumur panjang dan budidayanya membutuhkan perencanaan jangka panjang.
Efek Perubahan Iklim Global
Sebagaimana yang kita ketahui saat ini dunia sedang menghadapi ancaman perubahan iklim global yang tidak saja mempengaruhi manusia namun juga masa depan tanaman perkebunan ini.
Tahun 2050 merupakan tonggak sejarah bagi umat manusia karena terjadi lonjakan jumlah penduduk dunia yang siknifikan dan diiringi oleh peningkatan kebutuhan pangan hampir dua kali lipat dibandingkan dengan sekarang.
Disamping itu tahun 2050 dianggap sebagai tahun pembuktian apakah upaya manusia untuk mengurangi pengaruh perubahan iklim global berhasil atau gagal.
Terkait dengan perubahan iklim ini dimana Indonesia merupakan salah satu produsen kopi terbesar dunia tentunya tidak dapat mengharap produksi dan ekspor kopinya di tahun 2050 akan tetap sama seperti sekarang ini.
Indonesia bukanlah satu satunya negara yang mengandalkan tenaman perkebunan seperti kopi, jambu mete dan alpukat sebagai tulang punggung perekonomian masyarakat dan juga negara dari hasil ekspornya, namun ada juga berbagai negara yang selama ini dikenal sebagai produsen utama kopi dunia seperti Brasil, Vietnam dan Kolumbia.