Hari ini media masa dan berita di dunia maya dihiasi oleh berita dijadikannya tersangka 2 pegawai pajak oleh KPK.
Jika dilihat level jabatannya posisi tersangka lumayan tinggi yang tentunya merefleksikan pendapatannya yang juga tinggi.
Sejak diberlakukannya remunerasi di Kementerian Keuangan, level gaji di kementrian ini tampak jelas (jauh) lebih tinggi jika dibandingkan dengan gaji di kementrian lain.
Pertanyaan yang paling mendasar, mengapa dengan gaji yang sudah tinggi itu masih belum menjamin seseorang fokus pada pekerjaan dan tanggungjawabnya dan tidak melakukan korupsi?
Padahal salah satu tujuan pemberian insentif yang lebih di Kementerian Keuangan adalah untuk membuat pegawainya fokus pada pekerjaan karena gajinya dianggap sudah sangat layak untuk standar Indonesia.
Tertanggapnya 2 orang pegawai pajak tersebut bukanlah yang pertama kali, namun sebelumnya sudah beberapa pegawai kementerian ini bermasalah dengan hukum karena terkait dengan korupsi.
Kejadian ini menurut pemberitaan Kompas membuat Anggota Komisi XI DPR RI Misbakhun "menyentil" Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk mengevaluasi total kinerja dan pengawasan yang selama ini diberlakukan di kementerian yang dipimpinnya.
Ditinjau dari segi psikologi korupsi, paling tidak ada dua faktor utama yang melatar belakangi seseorang melakukan tindakan korupsi.
Faktor pertama adalah sifat serakah yang dimiliki oleh pelaku korupsi. Pelaku korupsi walaupun telah diberi imbalan yang sangat layak dalam bentuk gaji dan tunjangan namun tetap saja melakukan korupsi karena selalu ada perasaan tidak puas terhadap apa yang telah didapatnya.
Biasanya dengan semakin meningkatnya pendapatan seseorang akan disertai dengan peningkatan kualitas gaya hidup dan selera.