Pertemuan puncak iklim dunia COP26 memang diwarnai dengan berbagai janji para pimpinan dunia untuk mencoba mengurangi laju pemanasan global dan juga degradasi lingkungan.
Janji seperti menghentikan deforestasi pada tahun 2030 memang menyejukkan, namun jika dilihat dari rentang waktu berbagai pertemuan iklim dunia tampaknya banyak kalangan yang sinis terhadap janji ini mengingat janji janji sebelumnya sebagian besar diingkari.
Pengingkaran janji ini memang sangat erat dengan kepentingan perekonomian masing masing negara uang utamanya negara besar.
Oleh sebab itu tidak heran jika generasi muda menjadi garda depan memberikan tekanan dan menyuarakan agar pimpinan dunia tidak sibuk berjanji dan bersilat lidah saja namun mengambil aksi nyata untuk mengatasi krisis iklim dan lingkungan ini.
Menggemanya suara aktivis iklim yang didominasi kalangan muda di berbagai dunia seolah meniupkan angin segar karena di tangan mereka lah kelak nasib iklim dan lingungan dunia ini berada.
Suara aktivis muda ini kini sudah ampir merata di berbagai negara yang menunjukkan timbulnya kesadaran kaum muda akan pentingnya iklim dan lingkungan bagi masa depan dunia.
Mereka menyuarakan bagaimana dampak pemananasan global ini pada negara berkembang dan miskin yang membuat negara ini semakin terpuruk.
Bencana alam datang silih berganti sebagai dampak dari pemanasan global ini dan membuat masa depan generasi muda semakin tidak menentu.
Demonstrasi yang terjadi di berbagai negara ini mencerminkan kemarahan dan rasa frustasi yang luar biasa generasi muda karena serangkaian pertemuan yang sudah dilangsungkan tidak memberikan dampak yang nyata pada perbaikan lingkungan dan juga perubahan ikilm yang lebih baik.