Alam Kalimantan atau yang dikenal juga Borneo di jaman kolonialisasi memang telah mengalami transformasi radikal.
Kalimantan pernah dikenal dunia sebagai paru paru dunia dengan kualitas hutan tropisnya yang setara dengan hutan Amazon di Brazil.
Di Era tahun 1970an Kalimantan dengan hutan tropisnya yang masih serasi sangat kaya dengan keanekaragaman flora dan fauna yang membuat iri dunia.
Ketika itu penduduk asli hidup secara harmonis berdampingan dengan alam yang menyediakan segala sesuatu yang mereka perlukan untuk kehidupan mereka.
Walaupun mereka tidak memiliki banyak uang namun sumber makanan tersedia secara belimpah di alam yang mereka pelihara secara turun menurun.
Mereka tau betul akan pentingnya hutan bagi kehidupan mereka. Oleh sebabi tu mereka secara turun menurun menjaga dan melestarikan hutan demi kehidupan mereka dengan cara hanya mengambil sesuai dengan keperluan keseharian mereka.
Keserakahan untuk mengeksplotasi hutan tidak ada dalam kamus kehidupan penduduk setempat.
Secara haromis kehidupan mereka menyatu dengan alam. Alam menyediakan hewan buruan dan ikan yang berlimpah. Bahkan menurut catatan ahli antropologi saat itu mereka memiliki varietas padi lokal yang sangat cocok ditanam untuk memenuhi kebutuhan sehari hari.
Kehidupan yang menyatu dengan alam ini membuat mereka lebih sehat karena harus bergerak mencari makanan dan mengkonsumsi bahan pangan alami.
Kehidupan penduduk lokal di era tahun 1970an tidak lepas dari kehidupan komunal untuk saling berbagi dan menjaga. Rumah panjang yang dihuni sampai ratusan orang menjadi ciri khas kehidupan bermasyarakat.
Posisi rumah panjang di tengah tengah sumberdaya alam yang melimpah membuat mereka hidup harmonis dan tidak pernah kekurangan pangan. Mereka memang memotong pohon, namun mereka tidak pernah serakah untuk menggunduli hutan.