Menurut badan kesehatan dunia WHO, malaria masih merupakan penyakit yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi.
Beberapa hasil publikasi di era awal keberadaan malaria menunjukkan bahwa penyakit ini ditemukan pada mumi Mesir yang berusia 5.000 tahun.
Data yang dikeluarkan oleh WHO menunjukkan bahwa pada tahun 2019, diperkirakan ada 229 juta kasus malaria di seluruh dunia dengan angka kematian mencapai 409.000 jiwa pada tahun tersebut.
Saat ini, ditemukan di 40 persen belahan dunia, terutama di sub-Sahara Afrika, Asia Tenggara, Mediterania timur, dan Pasifik Barat. Di Indonesia salah satu wilayah endemik malaria adalah di Timika di Papua (sumber).
Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah anak usia di bawah 5 tahun dan ibu ibu hamil merupakan kelompok yang paling rentan terkena malaria.
Hasil penelitian yang akan Mengubah Dunia
Sampai saat ini dunia kesehatan memang telah mengetahui bahwa parasit malaria membajak sel darah merah dan memanfaatkan gigitan nyamuk untuk menyebarkan parasit ini ke korban berikutnya.
Namun hasil penelitian yang terbaru yang dipublikasikan minggu ini di jurnal New England Journal of Medicine dan PLOS Medicine sangat mengejutkan karena parasit ini dapat bersembunyi tanpa terdeteksi di limpa (sumber 1; Sumber 2).
Penemuan ini dianggap sangat vital dan mengubah cara pandang kita terhadap malaria dan juga akan mempengaruhi cara penanggulangan penyebaran malaria ini.
Tidak hanya sampai di situ saja temuan ini akan menulis ulang apa yang kita ketahui tentang siklus hidup parasit berbahaya ini yang menginfeksi jutaan orang setiap tahun.
Penyebaran malaria kini diketahui dapat disebarkan oleh orang yang tidak menunjukkan gejala. Hal ini tentunya mengkhawatirkan dan menjelaskan mengapa selama ini malaria sangat sulit sekali untuk diberantas.