Rasisme memang tampaknya tidak akan pernah musnah dari bumi ini karena kebanggaan yang berlebihan terhadap ras dan golongan tertentu seringkali membutakan hati dan pikiran. Bahkan rasisme dapat berdampak lebih buruk lagi yaitu mengarah pada xenophobia yaitu ketakutan dan kebencian yang berlebihan pada pendatang dan orang asing sebagai ekspresi konflik SARA yang terjadi latar kelompok masyarakat ataupun ras.
Salah satu sisi gelap pendemi korona ternyata erat hubungannnya dnegan rasisme dan xenophobia ini. Bagaimana ras Asia (baca: lebih kepada mongolid yang iidentikkan dengan ras Cina) menjadi sasaran secara membabi buta sebagai ras yang menyebabkan dunia menjadi mala petaka akibat dipostulasi sebagai sumber segala permasalahan yang menyangkut pandemi korona.
Sayangnya rasisme dan xenophobia ini berkembang dan membesar apinya karena beberapa pimpinan dunia karena kepentingan politik dalam negerinya secara terbuka menuduh dan membuat ujaran kebencian.
Ibarat menyiram minyak ke dalam api kecil, kini rasisme dan xenophobia menjadi momok tersendiri karena di beberapa negara sudah memakan korban seperti misalnya di Amerika, Australia, Perancis, Russia, Inggris, Kenya, Ethiopia, Afrika Selatan dan negara di Timur Tengah.
Kemajuan suatu negara dan juga tingkat pendidikan tampaknya tidak berpengaruh pada fanatisme yang berlebihan akan kepercayaan bahwa ras tertentu lebih baik dari ras lainnya.
Di level dunia PBB sebenarnya sudah melakukan konvensi terkiat dengan tindakan melawan rasisme ini dan sebanyak 182 negara ikut meratifikasinya. Oleh sebab itu sentimen anti Asia di tengah pandemik korona menurut PBB harus ditindaklanjuti secara serius oleh negara yang meratifikasinya.
Labelisasi virus korona oleh Presiden Trump dan Secretary of State Mike Pompeo sebagai "Wuhan virus" dan "Chinese virus" merupakan bagian dari ekspresi kebencian dan i rasisme yang ditunjukkan oleh orang yang terpelajar sekalipun. Bahkan ketika salah satu wartawan warga Amerika keturunan Asia bertanya Trump secara spontan menyatakan "jangan tanya ke saya tanya saja ke pemerintah Cina"
Pernyataan Trump terkiat putus hubungan Amerika dengan WHO yang secara eksplisit menyatakan bahwa WHO bermain politikk dan Cina sentris merupakan contoh lain bagaimana pimpinan membuat api rasisme ini semakin membesar.
Di italia salah satu gubernur di wilayah Veneto di depan wartawan serara eksplisit menyatakan bahwa bangsa Italia akan lebih mampu menangani pandemi korona karena secara budaya bangsa Italia sudah terbiasa hudup lebih bersih dibanding dengan bangsa Cina yang memiliki kebiasaan makan tikus hidup hidup.
Menteri pendidikan Brazil secara terbuka menuduh bahwa pandemi korona merupakan program sistematis Cina untuk menguasai dunia.
Kita ambil saja contoh negara Amerika yang merupakan negara adidaya dari berbagai segi ternyata menjadi salah satu pusat rasisme dan xenophobia di tengah pandemi korona.