Dementia atau yang kita kenal secara umum sebagai pikun biasanya diasosiasikan dengan penurunan daya ingat seiring dengan bertambahnya usia. Jadi pikun tidak heran jika pikun biasanya dikaitkan dengan ketuaan. pun Namun kini dementia jenis baru melanda anak dan remaja yang dicirikan juga dengan penurunan daya ingat yang dikenal sebagai "digital dementia".
Kita tentunya sering mengalami misalnya untuk menghitung 8 x 9 atau 7 x 6 saja kita harus menggunakan pertolongan kalkulator, padahal generasi sebelum berkembangnya teknologi digital sebagian besar dari kita akan melatih dan mengolah informasi di otak kita sehingga tanpa kalkulator kita dapat menjawab hasil perkalian ini.
Demikian juga kalau ditanya ibukota negara tertentu, nama penyakit, rute kereta api, lokasi pasar dll sebagainya kita serta merta dengan mudahnya mengambil smartphone kita dan mencari jawabannya dengan bantuan google atau mesin pencari lainnya, padahal sebelum berkembangnya teknologi digital kita menghafalnya dan menggunakan otak kita untuk mengolah informasi ini.
Secara tradisional kalau kita tanya penduduk setempat, pemilik warung ataupun abang becak terkait alamat, dengan lancarnya mereka dapat memberi tau dan menerangkan arah menuju tempat tersebut tanpa harus menggunakan bantuan gadget.
Kebiasaan yang semakin meluas dan melanda generasi muda ini dikhawatirkan akan menjadi wabah dementia baru di kalangan generasi muda yang dikenal sebagai digital dementia
Apa itu Digital Dementia?
Digital Dementia oleh para pakar didefinisikan sebagai kondisi penurunan fungsi otak akibat penggunaan teknologi digital yang berlebihan. Penggunaaan komputer, smartphone dan internet yang berlebihan akan berakibat ketidak seimbangan perkembangan otak yang dicirikan dengan perkembangan otak kiri yang berlebihan, sementara itu otak bagian kanannya kurang berkembang.
Sebagaimana yang kita ketahui bagian otak kiri kita bertanggung jawab dan berfungsi dengan hal hal yang berkaitan dengan rasional, kemampuan menghitung dan kemampuan mencari dan menganalisa fakta, sedangkan bagian otak kanan kita berkaitan dengan kreativitas dan emosi.
Kurangnya penggunaan otak kanan yang dapat berujung pada kurang berkembangnya bagian otak kanan dikhawatirkan oleh pakar kesehatan akan memicu kepikunan.
Hasil studi yang mendukung kekhawatiran ini adalah semakin intensifnya penggunaan teknologi digital dimana rata rata anak anak menghabiskan waktu 7,5 jam untuk menikmati hiburan dengan menggunakan teknologi digital dan 50% rumah tangga memiliki TV. Disamping itu sekitar 68% anak usia dini secara rutin sudah mengenal tablet, 50% sudah terbiasa menggunakan smartphone dan 44% akrab menggunakan video game.
Pada tahun 2017 The Wall Street Journal memperkirakan bahwa 85% penduduk suatu negara memiliki telpon pintar.