Hasil pemetaan tenaga kerja Jepang menggambarkan bahwa saat ini Jepang masuk ke tahap kritis kekurangan tenaga kerja terampil yang berperan di garis depan industrinya.
Kekurangan tenaga kerja ini tidak lepas dari populasi Jepang yang semakin menua dan keengganan generasi jepang masuk dalam sektor industri tertentu seperti misalnya tenaga pengolahan sampah, perawat, industri elektronik primer, perumahan, pengemudi bus dll nya.
Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir jumlah generasi muda Jepang yang ingin masuk ke sektor tenaga kerja garis depan ini semakin menurun. Dalam situasi krisis seperti ini Jepang memang mengandalkan tenaga kerja asing disamping tentunya upaya mempekerjakan kembali tenaga yang sudah memasuki masa pension (60 tahun ke atas).
Memperkerjakan kembali tenaga yang sudah memasuki masa pensiun ternyata mengundang permasalahan tersendiri karena umumnya pekerjaan yang tersedia memerlukan stamina dan keterampilan khusus yang tentunya tidak banyak dimiliki oleh tenaga kerja yang sudah memasuki masa pensiun.
Disamping itu ternyata angka kecelakaan kerja pada tenaga kerja yang sudah lanjut usia ini mengalami peningkatan seperti misalnya kecelakaan bis yang disopiri oleh sopir yang berusia lanjut, kecelakaan di tempat kerja yang memakan korban jiwa di tempat kerja yang mengoperasikan alat peralatan yang berbahaya jika tidak dilakukan secara hati hati.
Pemakaian jasa tenaga asing di Jepang juga menimbulkan dilema saat ini karena kontrak kerja yang terbatas (5 tahun) dan memerlukan tingkat kecakapan tertentu serta kemahiran berbahasa Jepang.
Dengan peraturan tenaga kerja asing seperti ini Jepang mulai ditinggalkan oleh peminat pencari kerja. Karena dianggap rumit dan memerlukan waktu lebih untuk memasuki sektor kerja di sana.
Masalah kekurangan tenaga kerja seperti ini membuat Jepang mulai berpikir kembali apakah memang peraturan lama kerja dan tidak boleh pindah profesi, kemahiran berbahasa Jepang serta standar keahlian tertentu yang harus dipenuhi ini harus direvisi.
Krisis tenaga kerja di lini depan ini memang membuat pusing Jepang karena jika tidak segera diatasi akan menurunkan perekonomian Jepang yang selama ini memang sudah melambat.
Dalam kondisi seperti ini Jepang tidak lagi menjadi tujuan utama para pencari tenaga kerja. Sebagai contoh tenaga kerja terampil dari Vietnam sekarang lebih memilik bekerja di Korea Selatan dan Taiwan jika dibandingkan dengan bekerja di Jepang.
Di kedua negara ini mereka membuka pusat pelatihan di Vietnam untuk mempersiapkan tenaga kerjanya. Melalui cara seperti ini biaya untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil yang diperlukan relatif lebih murah jika dibandingkan dengan melatihnya di negara mereka.