Dalam menjalankan tugas di Australia, saya berkempatan beberapa kali bertemu dan berinteraksi dengan Prof. Tim Lindsey pada saat beliau masih menjabat sebagai Chairman of Australia Indonesia Institute yang berada di bawah Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT).
Nama Prof. Tim Lindsey kembali muncul ke khasanah perpolitikan Indonesia akhir akhir ini tepatnya di sidang MK yang pendapatnya dijadikan refererensi salah satu kubu yang bersengketa di MK.
Nama Prof. Tim Lindsey memang tidak asing lagi dalam perpolitikan Indonesia karena memang fokus peneliannya pada bidang hukum Indonesia. Kiprah dan reputasi inilah yang membawa dirinya terpilih sebagai Chairman of Australia Indonesia Institute (AII) sampai dengan tahun 2016 lalu.
The Australia-Indonesia Institute (AII) didirikan dibentuk oleh DFAT pada tahun 1989 yang berfungsi memperkuat hubungan Indonesia dan Australia. Jadi dapat dinilai betapa strategis AII ini dan betapa bergengsinya jika terpilih sebagai chairman.
Pencapaian Prof, Tim Lindsey sebagai Chairman Australia Indonesia Institute ini dapat dikategorikan sebagai capaian yang luar biasa karena AII ini terkait langsung dengan Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT).
Kiprah AII ini pada umumnya menjembatani hubungan Indonesia Australia yang selama ini turun naik. Sehingga tidak heran jika banyak rekomendasi dari AII ini dijadikan kebijakan luar negeri Departemen luar negeri Australia dalam melahirkan kebijakan yang memperkuat hubungan Indonesia - Australia.
Prof. Tim Lindsey yang menyelesaikan PhD nya dalam bidang Indonesian studies ini memang dikenal sebagai salah satu ahli hukum Indonesia terkemuka di Australia. Namanya banyak muncul kepermukaan di era pelaksanaan hukuman mati geng penyelundupan narkoba Bali Nine beberapa waktu lalu.
Orang sekaliber Prof. Tim Lidsey sudah dapat dipastikan tidak akan menggadaikan kepakaran dan reputasi ilmiahnya hanya untuk kepentingan sesaat.
Oleh sebab itu dapat dilihat bahwa tulisan yang telah dihasilkan dibuat atas dasar kajian yang mendalam bukan atas dasar pendapat yang tidak mendasar.
Jika kita lihat kilas balik di era Pak Jokowi baru terpilih sebagai presiden memang dapat terbaca keraguan para pakar dan pengamat Indonesia di Australia akan kesulitan yang dihadapi Pak Jokowi karena besarnya oposisi yang ada di DPR saat itu (baca lebih lengkap di sini).