Masih ingat kehebohan ketika Malaysia mengaku bahwa Reog adalah bagian dari budayanya?
Kini Singapura kembali membuat heboh negara tetangga ketika mendaftarkan pusat kuliner jalanan ke UNESCO untuk mendapatkan pengakuan sebagai Intangible Cultural Heritage of Humanity.
Langkah Singapura ini memang cukup beralasan karena dilihat dari sejarahnya pusat kuliner jalanan Singapura ini berkembang dari jualan jajanan dengan menggunakan Rickshaw dan mobil bak terbuka di pinggir jalan. Kuliner jalanan yang dijual saat itu antara lain kway teow, cake wortel dan mie kuah dengan baso ikan.
Pada tahun 1960 an oleh pemerintah Singapura penjaja makanan ini dipindahkan pusat kuliner terbuka, food courts dan kedai kopi agar sekaligus berfungsi sebagai fasilitas interaksi sosial masyarakat Singapura.
Saat ini upaya Singapura untuk mendaftarkan Pusat Kuliner Jalanan ini ke UNESCO telah mendapat dukungan dari 35.000 warganya serta mendapatkan dukungan dan bantuan penuh dari pemerintah Singapura.
Pemerintah Singapura memang terlibat penuh dalam penyediakan fasilitas bangunan terbuka pusat kuliner jalanan ini termasuk pembuatan aturan terkait kualitas dan kebersihannya sebagai bagian dari promosi wisatanya.
Saat ini Singapura memiliki pusat kuliner jalanan sebanyak 110 yang dapat menampung sekitar 6.000 pedagang kuniner jalanan.
Sebenarnya jika dikaji lebih dalam lagi sebagian besar kuliner jalanan Singapura bukanlah asli dari Singapura namun berasal dari makanan tradisional negara lain yang dibawa para imigran ke Singapura.
Bahkan makanan khas Singapura yang dikenal sebagai nasi ayam Hainan berasal dari propinsi Hainan di Tiongkok Selatan.
Namun tetap saja Singapura bersikeras bahwa makanan jalanan yang didaftarkan untuk mendapatkan pengakuan UNESCO ini berbeda dan sudah mengalami evolusi sehingga cita rasanya khas Singapura.
Singapura menganggap bahwa bumbu yang digunakan dan cita rasa kuliner jalanan Singapura walaupun tidak asli Singapura namun unik dan dimasak dengan teknik yang berbeda dan terinspirasi dari budaya multicultural.