Dunia perpolitian kembali dikejutkan setelah kemenangan Brexit dan Trump yang diluar dugaan dengan berhasilnya Mahathir menumbangkan koalisi Barisan Nasional yang sudah berkuasa sejak negeri Jiran memperoleh kemerdekaannya dari pemerintahan kolonial Inggris.
Tidak ada yang memperkirakan sebelumnya kemenangan Mahathir sedemikian spektakulernya. Sebelum pemilihan Raya langkah Mahathir meramu koalisi Pakatan Harapan alias the Alliance of Hope berhasil mengakhiri kedikdayaan koalisi Barisan Nasional yang menjadi pemain politik utama di Malaysia selama 71 tahun sejak negeri Jiran ini merdeka.
Sebelumnya banyak kalangan memperkirakan bahwa Mahathir akan mampu menggerus kursi partai sekutu pemerintah yang dimotori oleh UMNO ini, namun kemenangan sebanyak 121 kursi dari total kursi 222 di parlemen sama sekali diluar perkiraan semula, apalagi kubu koalisi Barisan Nasional dalam pemilihan raya ini hanya berhasil meraih 79 kursi.
Jika digabung dengan dukungan lainnya Mahathir memperkirakan koalisinya memiliki kekuatan 135 kursi yang membuat dirinya leluasa membuat kebijakan karena akan menjadi koalisi mayoritas di parlemen.
Kegalauan politik Malaysia yang dikombinasikan dengan korupsi yang merajalela yang diduga melibatkan elit partai memang sudah lama membuat Mahathir berbicara lantang.
Di Malaysia mungkin hanya segelintir orang saja yang dapat dan berani secara lantang menyuarakan hal ini, karena ada resiko untuk "dikandangkan" dengan landasan hukum undang undang darurat.
Sebenarnya mungkin saja Mahathir tidak pernah membayangkan dirinya kembali menjadi Perdana Menteri Malaysia setelah secara resmi mengundurkan diri dari perpolitikan Malaysia sejak tahun 2003 lalu atau sudah selama 22 tahun.
Namun momen yang tepat membuat gerakan yang diluncurkan ini merupakan ramuan jitu untuk menumbangkan kekuatan Barisan Nasional dan partai UMNO yang dulunya merupakan tempat perjuangan Mahathir.
Kejenuhan rakyat Malaysia terhadap kiprah koalisi nasional memang tercermin dari hasil pemilihan raya ini. Bahkan di markas Barisan Nasional di Johor yang secara tradisionalpun berhasil dikalahkan oleh koalisi Mahathir.
Setelah Mahathir menyatakan kemenangan partai koalisinya pun terlihat sekali masih ada yang ingin mengganjalnya menjadi Perdana Menteri kembali.
Najib Razak walaupun mengakui kekalahannya tetap saja ada ketidak relaannya sekaligus ketakutan terhadap mentornya ini dengan mengatakan urusan penunjukan Perdana Menteri tergantung pada Yang Dipertuan Agong karena memang partai Mahathir bukan sebagai pemenang kursi terbanyak walaupun koalisinya meraih mayoriras 121 kursi. Ketidakhadiran mantan Perdana Menteri Najib Razak di acara pelantikan Mahathir memperkuat spekulasi ini.