Menjelang bulan puasa dan juga lebaran yang sebentar lagi akan tiba sudah dapat dipastikan bahwa melambungnya harga daging sapi kembali akan menjadi berita nasional.
Terkait dengan gonjang ganjing harga daging sapi ini pemerintah mulai membuka keran impor daging kerbau dengan harapan dapat membatu memasok kekurangan daging nasional.
Banyak orang salah kaprah dan berharap bahwa impor daging kerbau yang dilakukan oleh pemerintah saat ini akan serta merta menurunkan harga daging sapi. Harapan ini memang masuk akal namun tidaklah realistis.
Kalau kita lihat profil populasi sapi dan kerbau, dapat dikatakan bahwa populasi kerbau di Indonesia sudah sejak lama hanya sekitar 10% dari populasi sapi di Indonesia. Bahkan dalam kurun waktu 30 tahun terakhir ini populasi kerbau terus menurun. Populasi kerbau di Indonesia memang jauh di bawah negara lainnya.
Penurunan populasi kerbau di Indonesia terjadi sejak dicanangkannya program mekanisasi pertanian di era jaman Pak Harto. Kerbau yang saat itu diandalkan sebagai tenaga kerja untuk membajak di sawah tergeser perannya dengan traktor tangan.
Populasi kerbau yang semakin menciut tentu saja berpengaruh besar pada ketersediaan daging kerbau jauh produksinya di bawah kemampuan populasi kerbau menyediakan pasokan daging. Apalagi jika ditinjau dari segi reproduksinya birahi tersembunyi “silent heat” membuat kerbau lebih sulit untuk dikembangbiakkan jika dibanding dengan sapi.
Kebutuhan akan daging kerbau yang sangat terbatas ini yang dikenal sebagai "niche demand" tentunya akan sangat mempengaruhi dampat impor daging kerbau terhadap penurunan harga daging sapi.
Akibatnya kerbau hanya populer di wilayah tertentu di Indonesia seperti Kalimantan Selatan, Kutai Kartanegara, Toraja, Sumatera Barat dll dalam wilayah yang sangat terbatas. Kebiasaan mengkonsumsi daging kerbaupun juga sangat terbatas.
Kembali kepada masalah impor daging kerbau, kebijakan ini dinilai lebih mengarah kepada diversifikasi konsumsi daging yang kualitasnya mendekati daging sapi dibanding dengan sebagai upaya untuk menurunkan harga daging sapi secara drastis.
Tekanan permintaan atas produksi daging nasional memang sangat besar terutama di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat dan kota besar lainnya. Kemampuan produksi daging nasional yang tidak dapat mengikuti laju peningkanan permintaan akan daging menjadi suatu keniscayaan yang harus kita terima.
Sejak awal pencanangan swasembada daging nasional sekitar lebih dari 10 lalu, kebijakan ini diinilai lebih kepada politik anggaran semata karena dengan menganalisa produksi dan permintaan daging nasional, kedua faktor ni tidak akan pernah bertemu dan bahkan cenderung semakin melebar. Peningkatan permintaan akan daging ini tentunya seiring dengan peningkatan kemampuan daya beli masyarakat yang semakin membaik juga.