Lihat ke Halaman Asli

Ronny Rachman Noor

TERVERIFIKASI

Geneticist

Mencoba Memahami Langkah Erdogan Pasca Percobaan Kudeta

Diperbarui: 21 Juli 2016   09:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Recep Tayyip Erdogan menyatakan bahwa Fethullah Gulen adalah dalang di balik upaya kudeta. Photo: AFP

Tidak ada yang dapat menyangkal bahwa Turki yang berpenduduk 80 juta orang ini ada dalam situasi perpecahan yang kemungkinan berdampak besar pada masa depan negara ini.

Berbagai pertanyaan mulai muncul pasca percobaan kudeta yang gagal mengingat sedemikian cepatnya pemerintah Erdogan memukul mundur kelompok yang mencoba melakukan kudeta ini.  Bahkan dalam waktu yang sangat singkat Erdogan sudah langsung  menunjuk hidung bahwa dalang nya adalah mantan sahabatnya sekaligus ulama yang kini ada dalam pelarian dan tinggal di Amerika yang bernama  Fethullah Gulen.

Tidak hanya sampai disitu dalam waktu yang sangat singkat juga Erdogan melakukan pembersihan yang disebut sebagai  pihak terkait percobaan kudeta ini. Tidak tanggung-tanggung sampai hari ini sebanyak lebih dari 60.000 orang yang terdiri dari tentara, polisi, hakim, pegawai negeri, guru dan akademisi diberhentikan dan ditahan atas tuduhan terlibat dalam kudeta ini. Bahkan sebanyak 30% dari total jenderal yang ada di turki yaitu sejumlah 360 orang jenderal ditahan atas tuduhan yang sama.

Pagi ini sebagai langkah berikutnya dalam melakukan pembersihan ini Erdogan menyatakan bahwa negara Turki ada dalam keadaan darurat selama 3 bulan ke depan yang memungkinkan Erdogan melakukan pembersihan lebih lanjut terhadap lawan lawan politiknya.

Disamping itu,  selain meminta Amerika untuk mengekstradisi Fethullah Gulen sesegera mungkin untuk diadili sebagai dalang kudeta, Erdogan juga menuduh ada negara lain yang berada di belakang upaya kudeta yang gagal ini.

Langkah Erdogan yang sedemikian cepat dan masif ini mengundang berbagai pertanyaan baik di dalam negeri maupun dari negara lain.  Pernyataan bahwa Erdogan akan menghidupkan hukuman mati sebagai hukuman yang setimpal bagi pelaku kudeta juga sangat mengkhawatirkan mitra Turki di Uni Eropa, karena sebagai syarat masuk Uni Eropa adalah tidak memberlakukan hukuman mati.

Kekhawatiran akan langkah Erdogan ini memang sangat beralasan mengingat sebelum kudeta, Erdogan sudah melakukan langkah-langkah seperti pemberangusan dan petutupan media cetak dan media elektronik yang  bersuara lantang menentang kebijakan Erdogan.

Erdogan memang kini seolah berada dalam dua dunia yang kemungkinan tidak akan pernah bertemu.  Di kancah politiknya di tengah tekanan Uni Eropa Erdogan menyetujui menampung  pengungsi yang kini melanda Uni Eropa sebelum diseleksi dan diproses untuk disalurkan ke Uni Eropa dengan imbalan pendanaan dan juga tentunya jaminan sebagai bagian dari Uni Eropa yang tidak terpisahkan.

Mau tidak mau Turki di bawah Erdogan dengan kebijakannya mendekatkan Turki lebih sebagai negara Eropa telah membuat Turki berada dalam posisi inferior mengingat dalam hal masalah dalam negeri dan penegakan Hak Asasi Manusia dan kekebasan mengemukakan pendapat yang dijunjung tinggi oleh negera negara Uni Eropa, Turki masih bermasalah.

Di sisi lain tekanan dari kelompok yang lebih menginginkan Turki kembali ke akar rumput sebagaimana Turki pernah jaya di masa kekaisaran Ottoman yang lebih berakar pada dunia dan budaya Islam tidak dapat diabaikan.

Masalah ketegangan dengan suku Kurdi dan juga masalah ISIS yang menempatkan Turki sebagai musuh utamanya juga sangat berpengaruh pada keamanan dalam negeri Turki.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline