Dalam minggu ini debat terkait pro dan kontra merokok kembali menghangat di tengah-tengah pembahasan RUU Pertembakauan. Memang tidak dapat disangkal peran industri rokok terhadap perekonomian Indonesia yang sangat besar, namun di lain pihak juga tidak dapat diragukan juga bahwa pengaruh negatif merokok bagi kesehatan merupakan fenomena gunung emas yang sangat mengkhawatirkan.
Industri rokok di Indonesia merupakan salah satu industri yang terbesar mengingat tingginya angka perokok di Indonesia terutama di kalangan laki-laki. Diperkirakan 65% laki-laki Indonesia adalah perokok.
Ada ungkapan yang sangat menarik yang disampaikan oleh sosiolog Universitas Indonesia Imam Prasodjo dalam diskusi “diskusi "Kejar Tayang Baleg DPR RI terhadap RUU Pertembakauan" di Jakarta pada Minggu (26/6/2016) yang lalu yang diangkat oleh Kompas sebagai pemberitaan.
Iman Prasodjo mengutarakan bahwa merokok itu bukanlah budaya asal Indonesia, namun hanya merupakan kebiasaan yang tidak bermanfaat. Kebiasaan merokok tidak perlu dilestarikan karena merupakan kebiasaan negatif yang terbukti merusak kesehatan.
Sementara itu sebelumnya budayawan Taufik Ismail juga menyebutkan hal yang sama. Merokok kretek bukanlah budaya asli Indonesia dan bagi yang berusaha kuat untuk memasukkan rokok kretek sebagai budaya Indonesia dalam undang-udang kebudayaan yang pernah heboh tersebut hanya merupakan akal-akalan korperasi rokok saja mengingat tembakau dan cengkeh bukanlah tanaman asli Indonesia. Kebiasaan merokok merupakan kebiasaan masyarakat asing yang dibawa ke Indonesia melalui aktivitas perdagangan.
Data rokok di Indonesia
Menurut WHO pada tahun 2015 di Indonesia terdapat sebanyak 95 juta orang perokok. Data yang lebih mengkhawatirkan adalah sebanyak 20% pemuda belia Indonesia adalah perokok dan usia orang mulai merokok di Indonesia semakin lama semakin muda. Tidak hanya sampai disitu saja terdapat jutaan orang di Indonesia yang secara sadar maupun tidak masuk dalam kaegori perokok pasif.
Ditinjau dari segi industri rokok, Indonesia tercatat sebagai negara terbesar kedua di Asia setelah China sebagai pasar rokok. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang diperkirakan mencapai 255 juta orang proporsi perokok di kalangan laki laki mencapai 2/3 nya. Di tingkat dunia, Indonesia menempati peringkat ketiga setelah China dan Rusia dalam hal konsumsi rokok.
Jika data dipilah sebagai persentase perokok terhadap jumlah penduduk dewasa maka Indonesia menempati urutan pertama.
Hal lain yang cukup memprihatinkan adalah diperkirakan para perokok di Indonesia menghabiskan sekitar 5-6% dari penghasilan bulannya untuk membeli rokok atau produk sejenis lainnya. Data lain yang menarik untuk diunggap adalah 85% perokok di Indonesia mengkonsumsi rokok kretek yang merupakan racikan dari tembakau, cengkeh giling, minyak cengkeh dan ramuan lainnya. Sebanyak 75% rokok kretek di Indonesia merupakan hasil produksi mesin, sedangkan sisanya diperkirakan merupakan hasil lintingan tangan.
Berdasarkan data yang disampaikan oleh Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) dalam kurun waktu 2010-2014 industri rokok di Indonesia rata-rata tumbuh sebesar 4,68%, kecuali pada tahun 2015 yang mengalami penurunan sebesar 5,4%. Penurunan di tahun 2015 ini diduga akibat kombinasi penurunan daya beli dan kenaikkan cukai rokok.