Bagi wanita etnis minoritas Yazidi di Irak utara keperawanan adalah segala-galanya, tidak saja hanya menyangkut cerminan status sosial dan kualitas norma yang bersangkutan namun juga menyangkut kehormatan keluarga. Jadi tidak jarang keluarga membunuh anggota keluarga perempuan yang kehilangan perawan di luar pernikahan untuk menjaga kehormatan keluarga.
Ketika ISIS berhasil menguasai Irak Utara etnis minoritas Yazidi ini menjadi salah satu korban kemanusiaan. Diperkirakan sebanyak lebih dari 7000 wanita dari etnis minoritas ini dipaksa menjadi budak sex. Mereka diperlakukan seolah sebagai barang hiburan pemuas nafsu sex saja, sehingga tidak jarang mereka berpindah tangan berkali-kali, dijual dari satu fighter ke fighter lainnya.
Cerita tragedi kemanusiaan yang sangat menyentuh ini terungkap ketika beberapa wanita Yazidi ini berhasil melarikan diri cari cengkeraman perbudakan sex para fighter ISIS ini. Lepas dari cengkeraman ISIS ini bukan berarti permasalahan sudah selesai.
Trauma ketakutan, kesakitan dan kepedihan baik yang menyangkut fisik maupun kejiwaan yang sangat luar biasa yang dialami wanita Yazidi ini mungkin sudah pasti akan membekas dalam sekali seumur hidupnya. Tidak mudah memang masalah yang dihadapi oleh wanita Yadizi ini karena setelah lepas dari cengkeraman ISIS, masalah kehilangan keperawanan menjadi masalah besar lainnya yang mereka hadapi ketika kembali ke lingkungan keluarganya.
Kehilangan keperawanan menjadi aib tersendiri bagi keluarga wanita Yazidi ini. Bagi korban, nyawa menjadi taruhannya, karena kalau ada keluarga yang mengetahuinya, maka tidak jarang akan dibunuh untuk menjaga martabat keluarga.
Bertolak dari masalah yang cukup rumit inilah salah satu LSM kemanusiaan yang bernama Wadi dibantu dengan ginekolog lokal membuat program bantuan khusus untuk membantu para wanita korban perbudakan sex ISIS ini. Program utamanya adalah mengembalikan keperawanan para korban melalui operasi untuk membantu agar para wanita ini dapat diterima oleh keluarga dan masyarakat.
Wadi memang bukanlah LSM kemunusiaan yang baru. Wadi didirikan pada tahun 1992 di Timur Tengah dengan lingkupan lobi nya meliputi Istrael, Jordan dan Irak.
Operasi pengembalian keperawanan yang cukup kontroversil ini memang bukan satu-satunya bantuan yang diberikan oleh Wadi, namun juga meliputi konsultasi kejiawaan untuk mengurangi trauma yang pernah dialaminya. Sampai saat ini LSM ini telah membantu mengembalikan keperawanan lebih dari 600 wanita Yazidi dari berbagai umur, termasuk korban dari kalangan anak-anak.
Tidak semua operasi pengembalian keperawanan ini berhasil dengan baik. Salah satu cerita cukup tragis datang dari anak berumur 14 tahun yang bernama Sabine yang merupakan salah satu korban perbudakan sex ISIS. Keperawanan Sabine tidak berhasil dikembalikan oleh dokter ginekolog karena kerusakan fisiknya yang sangat intensif akibat dijadikan budak sex selama 5 bulan oleh ISIS.
Dokter mengatakan ketidak berhasilan ini terkait dengan parahnya kondisi fisik Sabine akibat perkosaan dan perlakuan sebagai budak sex yang frekuensinya melibihi batas kemampuan fisiknya. Mungkin karena terguncang kejiawannya, sehari sebelum diwawancarai oleh BBC, Sabine mengeluarkan pisau lipat mengancam psikolog yang mendampinginya.
Trauma fisik dan psikologi Sabine ini mencerminkan bagaimana parahnya tragedi kemanusiaan ini. Setiap wanita tentunya tidak akan pernah mau mengalami situasi dan kondisi seperti yang dialami oleh Sabine ini, namun mereka tidak berdaya untuk menghindari tragedi yang sangat menyakitkan ini.