Baru saja komisi etik FIFA yang tanpa hingar bingar telah bekerja keras mengumpulkan bukti-bukti terkait skandal terkait pelanggaran etika yang diduga telah dilakukan oleh mantan presiden FIFA Sepp Blatter dan calon penggantinya yang telah digadang-gadang lama yaitu Michel Platini. Pimpinan tertinggi FIFA ini diduga telah melanggar etika karena peran mereka sebagai powerbroker.
Malam ini, dalam media releasenya (selengkapnya baca di sini) secara tegas, lugas dan menyakinkan komisi etik FIFA telah mengambil keputusan atas kasus dugaan pelanggaran etika yang dilakukan oleh pimpinan FIFA ini dalam kasus pembayaran yang dilakukan oleh Blatter kepada Platini sebesar $2,79 juta yang terjadi pada tahun 2011 lalu. Dalam media release tersebut, sama sekali tidak ada bahasa bersayap dan mudah dimengerti oleh orang awam tentang pelanggaran etika yang telah dilakukan dan sangsi yang dijatuhkan oleh Komisi Etik ini.
Kedua mantan pimpinan FIFA ini akhirnya dinyatakan bersalah oleh komisi etik FIFA dan dijatuhi hukuman larangan aktif dalam bidang persepakbolaan selama 8 tahun. Disamping itu Platini dijatuhi hukuman denda uang sebesar $112.000, sedangkan Blatter dikenai hukuman denda sebesar $70.000.
Hukuman larangan beraktivitas dalam bidang sepak bola diberlakukan seketika setelah dibacakan keputusan. Dasar penjatuhan hukuman ini adalah keduanya dianggap gagal menjaga etika yang telah digariskan ketika menjabat sebagai pimpinan tertinggi FIFA. Keduanya juga dianggap tidak memiliki komitmen untuk menjungjung tinggi kode etik.
Komisi etik FIFA dan Mejelis Kehormatan DPR memang sama sama mengaku menjunjung tinggi etika dalam menjalankan tugasnya, namun tampaknya standard etika yang digunakan berbeda. Dengan kasus yang hampir sama yaitu menggunakan kekuasaan yang sedang diembannya untuk kepentingan pribadi atau yang diekenal sebagai abuse of power, seharusnya jika berpegang pada standar dan norma yang berlalu umum maka sangsinya tidak akan jauh berbeda.
Mungkin karena adanya perbedaan presepsi dan standar etika, tampak jelas sekali apa yang disebut dan dipermasalahkan kedua komisi terhormat ini terasa sangat berbeda. Keduanya sama-sama telah menyelesaikan sidangnya terkait pimpinan tertingginya. Komisi etik DPR di satu pihak telah menutup sidangnya setelah sebelumnya diwarnai dengan pengunduran diri pimpinan DPR. Namun keputusan komisi etik DPR yang sebelumnya diwarnai dengan kehebohan dan gonjang ganjing berakhir anti klimak.
Sampai sekarang amar putusan komisi etik DPR masih diperbincangkan hangat apakah akan disertai sangsi yang tegas tentang penjatuhan sangsi tegas akibat pelanggaran sedang sampai berat yang telah terjadi. Setelah serangkaian sidang komisi etik, akhirnya kasus ini tenggelam dengan sendirinya.
Memang tidak terbayang jika SN dijatuhi hukuman tidak boleh aktif di politik atau paling tidak di DPR selama kurun waktu tertentu dan juga didenda. Walaupun sama sama komisi etik yang berpihak pada kata yang sama yaitu etika, namun ternyata standar etika dan dunia etika yang dimengerti dan dibahas oleh kedua komisi etik ini tampaknya berbeda.
Etika itu sebenarnya sangat sederhana karena menyangkut bahasa universal dan juga terkait pada norma yang berlaku pada suatu masyarakat tertentu. Namun justru intrepretasi dengan dalih kekebasan berpikirnya, akhirnya membuat orang menafsirkan etika itu sebagai sesuatu yang berbeda.
Sumber : Ilustrasi