Lihat ke Halaman Asli

Ronny Rachman Noor

TERVERIFIKASI

Geneticist

"Uang Haram" Australia untuk Penyelundup Manusia

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PM Australia Tony Abbott sedang menghadapi tekanan dalam kasus "uang haram" pengungsi. Photo: AAP/David Moir


Setelah pemberitaan tentang hukuman mati Bali Duo mereda bahkan benhenti sama sekali, dalam 2 hari ini media Australia kembali dihiasi oleh panasnya pemberitaan Australia-Indonesia. Namun bola panas itu sekarang justru berada di tangan Australia.

Ya …bola panas itu menyangkut "pengakuan" awak kapal dan pengungsi yang mencoba memasuki wilayah Australia. Menurut pihak kepolisian Indonesia para awak kapal diberi uang “haram” oleh Australia (tidak disebutkan pihak yang memberikannya) untuk mengarahkan kapalnya kembali ke Indonesia. Berita ini diperkuat dengan pernyataan pihak penanggulangan pengungsi PBB UNHCR yang mendapatkan informasi dari para pengungsi yang diangkut di kapal tersebut bahwa pengungsi tersebut juga “diberi” uang antara $5000 an untuk kembali ke Indonesia.

Menurut pemberitaan radio ABC pagi tadi, bahwa pihak UNHCR sedang mendalami kasus ini dengan mewawancarai 55 pengungsi tersebut. Diberitakan bahwa kapal tersebut ketika masuk ke perairan Australia sempat ditahan selama dua hari dan selanjutnya diberikan dua  kapal berwarna biru untuk kembali ke Indonesia setelah para awak kapal dan pengungsi diberi “uang haram”.  Sementara itu Semuel Messak, kepala desa  Landu membenarkan bahwa ada dua perahu yang mendarat di pantai di desanya.

Gambar 1: Dua perahu yang digunakan untuk memulangkan pengungsi dari perairan Australia (sumber: Sydney Morning Herald)

Gambar 2 : Kepala Desa Landu menunjukkan lokasi pendaratan perahu setelah dikirim balik oleh oleh Australia (sumber; Sydney morning herald, Amellia Rosa)


Pihak Internasional menilai bahwa jika hasil investigasi membenarkan hal ini maka cara yang ditempuh ini melanggar hukum internasional, dimana pihak yang bertanggung jawab melakukan penyelundupan manusia harusnya ditangkap dan diproses secara hukum, bukan sebaliknya diberi uang.

Sementara itu menteri luar negeri Indonesia telah memanggil duta besar Australia untuk Indonesai yang baru saja kembali ke Indonesia setelah kembali beberapa waktu ke Australia sebagai ekspresi sikap ketidaksetujuan Australia terkait hukuman pelaksaan hukuman mati Bali Dua, untuk meminta kejelasan tentang hal ini.

Menteri Luar Negeri Indonesia sudah bertemu dengan Duta Besar Australia untuk Indonesia meminta penjelasan tentang "uang haram". Photo: ABC News

Di awal merebaknya berita tentang pemberian “uang haram” ini baik menteri luar negeri maupun menteri imigrasi Australia keduanya menyatakan bahwa pemberitaan tersebut tidak benar dan Australia tidak melakukan hal seperti itu. Namun setelah berita ini merebak terutama dari hasil investigasi pihak penanganan pengungsi dunia, pernyataan kedua petinggi Australia ini justru menjadi bumerang.
Sementara itu Perdanan Menteri Australia ketika ditanya kebenaran pemberian “uang haram” ini tidak membantah atau mengiyakan. Tony Abbott hanya menyatakan bahwa dia sangat bangga akan keberhasilan Australia untuk menyetop pengungsi kapal yang datang ke Australia yang dilakukan dengan “segara cara yang kreatif”.

Hari ini di halaman depan surat kabar nasional The Australian,  Menteri Luar Negeri justru tidak memberikan komentar terhadap sanggahan yang di berikan, namun justru "menyalahkan" Indonesia tidak dapat menjada perbatasannya, sehingga ada pengungsi yang masuk ke wilayah Australia.  Dengan komentarnya seperti ini ini banyak pengamat justru menilai bahwa penyatan terbaru Menteri Luar Negeri Australia ini akan memicu kembali ketegangan politik Indonesia-Australia yang sudah mulai reda sejak pelaksanaan hukuman mati Bali Duo.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline