Lihat ke Halaman Asli

Hiruk Pikuk Migrasi Media Online di Indonesia

Diperbarui: 7 April 2016   22:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Selain pesan dan informasi yang makin cepat terhubung dengan pembaca melalui jurnalisme online, hal lain yang juga tak kalah cepat berkembangnya adalah jurnalisme online itu sendiri. Tidak hanya di negara-negara maju, di negara berkembang pun jenis jurnalisme ini menjadi populer karena berbagai kelebihannya yang tidak dimiliki oleh media konvensional lainnya. Namun, berbeda negara maka berbeda pula jenis-jenis berita dan informasi yang ditawarkan dalam sebuah web berita. Hal inilah yang akan dibahas pada artikel ini.

Salah satu alasan meluasnya jurnalisme online di berbagai negara adalah tidak adanya batas yang mencegah akses informasi masyarakat itu sendiri. Dengan media konvensional seperti televisi, koran, radio, dll batasan yang diciptakan adalah waktu, tempat, dan juga bahasa. Hal itulah yang coba dikikis oleh jurnalisme online. Informasi dan berita yang beredar dalam jurnalisme online dapat sangat cepat beredar dalam hitungan detik karena piranti aksesnya (laptop, gadget, dll) sudah dimiliki oleh hampir seluruh pengaksesnya.

Selain itu, masyarakat dapat mengakses berita dari web online yang berbasis Bahasa Inggris yang menjadi bahasa global. Dibandingkan dengan media konvensional sebuah negara yang hanya menulis berita dalam bahasa negara itu saja yang secara otomatis membatasi ruang pemberitaan. Hal ini yang menyebabkan khalayak mulai menjadikan media online sebagai sumber informasi pertama mereka.

Akhirnya untuk mengantisipasi kehancuran, media konvensional pun mulai berubah mengikuti tren dan perkembangan jaman agar tetap diterima di masyarakat. Seperti contoh, di National Public Radio (NPR) di Amerika Serikat tidak hanya memberikan siaran streaming di website mereka tetapi juga lengkap memberikan teks program berita yang dibacakan lengkap dengan video dan foto. Selain itu, seluruh folder audio yang disiarkan pun dapat diunduh oleh para pendengarnya.

Lain lagi dengan The New York Times yang sekarang rutin memposting video jurnalistik di web berita online mereka. Yang menjadi perhatian adalah jurnalis yang melakukan peliputan video tersebut bukan merupakan jurnalis televisi merupakan fotografer dari The New York Times itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa kemajuan jurnalisme yang ditandai dengan adanya jurnalisme online menuntut para awak media untuk mengaktualisasi kemampuan dan kompetensi mereka.

Dari berbagai contoh di atas, muncul lah sebuah pertanyaan. Bagaimana peran serta dan sejauh mana keikutsertaan jurnalisme Indonesia? Data menunjukkan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia berada di urutan 4 untuk region Asia, di bawah Cina, India, dan Jepang. Perkembangan jurnalisme online di Indonesia dirasa masih belum begitu baik dibanding dengan penggunaan internet untuk hal lain semacam sosial media dan blog. Hal ini salah satunya bisa disebabkan oleh kualitas jurnalisme online itu sendiri yang masih belum bisa dipercaya dengan cara penyampaian berita yang tidak sesuai dengan kaidah jurnalisme.

Masalah di atas dapat diatasi dengan metode penulisan yang dibuat menjadi lebih menarik. Media online memiliki kapasitas lebih besar untuk mencakup lebih banyak angle cerita dengan bahasa yang lebih luwes dibanding bahasa jurnalisme cetak ataupun jurnalisme penyiaran. Jurnalisme konvensional yang terbatas ruang dan waktu, dapat dikalahkan oleh jurnalisme online yang memiliki kelebihan di fleksibilitas waktu yang bisa kapan saja mengakses berita dan penampilan serta penyimpanan berita secara digital yang bisa diakses kapan saja tanpa repot-repot dan memakan waktu untuk mencarinya kembali.

Selain itu, jurnalisme online punya kapasitas yang lebih besar untuk membahas suatu kasus atau peristiwa dari berbagai angle karena adanya keleluasaan seperti yang telah tertulis di atas. Jenis-jenis penyampaian berita pun dapat dibuat menjadi tidak membosankan. Salah satu yang terbaru adalah membuat kuis yang berhubungan dengan informasi yang disampaikan untuk mengedukasi pembacanya.

Oleh sebab itu, untuk mencapai dan menerapkan paham jurnalisme online yang setara dengan jurnalisme konvensional (khususnya di Indonesia) para SDM haruslah mengembangkan diri. Sekarang jurnalis tidak hanya berkutat pada pakem kerja jurnalistik semata seperti news gathering, news writing, news editing, dan news distributing saja tetapi juga harus all in mengakomodasi kebutuhan dari perkembangan jurnalisme online seperti videografer, audio gathering and mixing, computer programming, graphics design, dan banyak hal lain yang dibutuhkan dan mampu membuat media online menjadi menarik.

Menurut hemat saya sendiri, konsep dan penjelasan di atas sudah cukup mampu menjelaskan situasi dan kondisi jurnalisme online di Indonesia secara garis besar. Jumlah media online yang sangat cepat tumbuh, belum dibarengi dengan kualitas jurnalis dan juga pembacanya itu sendiri. Terkadang berita yang didapat hanya merupakan berita saduran yang belum diverifikasi kebenarannya dan langsung dipercaya begitu saja oleh pembaca tanpa adanya check and recheck. Ke depannya, semoga artikel ini mampu menjadi sarana perubahan dan kemajuan jurnalisme online di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline