Lihat ke Halaman Asli

Konflik dan Konsesus

Diperbarui: 23 Juni 2015   21:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Konflik dan Konsesus

Konflik adalah suatu keadaan dari hasil interaksi sosial yang menyebabkan salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain yang dianggap sebagai penghalang. Konflik dapat disebabkan oleh perbedaan pendapat atau ego dalam masyarakat. Misalnya, pada suatu organisasi terdapat perbedaan ego, dan kedua pihak saling mempertahankan egonya masing-masing.

Berbeda dengan konsesus, konsesus adalah frase/kalimat yang yang menghasilkan suatu kesepakatan bersama setelah diadakannya suatu penelitian sebelumnya demi mencapai kesepaatan bersama. Konsesus bersifat abstrak karena tidak terdapat hubungan praktis politik, namun dalam prakteknya, konsesus dapat mempengaruhi ranah politik.

Dalam kehidupan bangsa Indonesia yang multicultural, ditemukan konflik-konflik yang ada di dalamnya. Mulai dari perbedaan etnis antara suku satu dengan yang lainnya yang menimbulkan peperangan antaretnis. Perspektif Antropologi menyikapinya dengan teori konflik dengan mengurtkan alur penyebab terjadinya konflik, sehingga dapat ditemukan cara penyelesaian yang terstruktur.

Dominasi dan Legitimasi

Legitimasi adalah kualitas hukum yang berbasis pada penerimaan putusan dalam peradilan, diartikan juga dengan seberapa jauh masyarakat mau menerima dan mengakui kewenangan dari kebijakan yang diambil oleh seorang pemimpin. Seseorang pemimpin mempunyai kekuasaan dalam menentukan pola perilaku yang dipimpinya. Namun, kekuasaan pemimpin tidak akan lengkap tanpa adanya legitimasi. Tidak adanya pengakuan akan menjadikan tak berartinya suatu kekuasaan.

Sehubungan dengan legitimasi, Max Weber berpendapatbahwa terdapat tiga macam ‘legitimate domination’ yang menunjukkan dalam kondisi seseorang atau sekelompok orang mampu mendominasi lainnya. Ketiganya yaitu ; traditional domination; charismatic domination; dan legal-rational domination.

Traditional domination disebabkan oleh karena kesepakatan masyarakat bersama yang telah menjadi tradisi. Seseorang yang dipilih menjadi pemimpin, akan sangat dominan atas kepemimpinannya. Hal ini bukan karena kemampuan intelligent atau aspek kharismatik, melainkan menjadi tradisi dalam mematuhi pemimpin.

Yang kedua, charismatic domination. Weber mendefinisikankharisma sebagai sifat dari suatu kepribadian seorang yang dianggap luar biasa dan diperlakukan sebagai yang unggul dan memiliki kekuatan-kekuatan yang khas dan luar biasa. Semakin seseorang dapat menunjukkan dantentang eksistensi kemampuannya, semakin besar perhatian masyarakat terhadapnya.

Dominasi legal-rasional didasarkan pada kesepakatan anggota masyarakat pada peraturan yang resmi. Seseorang yang mempunyai kemampuan dan dipandang telah memenuhi persyaratan akan mendapatkan legitimasi.

Referensi :

Dadang Supardan.PENGANTAR ILMU SOSIAL Sebuah Kajian Pendekatan Struktural (Jakarta: Bumi Aksara, 2007)

id.wikipedia.org/wiki/konsensus

id.wikipedia.org/wiki/Legitimasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline