Lihat ke Halaman Asli

Bangsaku Kehilangan Jati Diri

Diperbarui: 24 Juni 2015   13:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Begitu miris mendengarnya. Atau bahkan banyak yang tidak setuju dengan judul ini.Tapi inilah yang saya lihat sebagai bagian dari generasi muda.

Bangsa kita tengah dijajah. Generasi muda yang diharapkan menjadi generasi penerus bangsa malah menjadikan kebudayaan bangsa lain menjadi sesuatu yang diagung-agungkan. Kita telah kehilangan jati diri. Kebudayaan bangsa dianggap kampungan. Kebudayaan milik orang lain dianggap suatu hal yang luar biasa. Wajah bule dianggap lebih ganteng/cantik dibanding wajah saudara serumpun sendiri. Menjadi fans dari artis korea atau artis barat lebih high class dibandingkan dengan fans seniman-seniman dalam negri. Konser artis korea jauh lebih ramai dibanding dengan konser artis lokal.

Memang saya tidak bisa menyalahkan orang-orang ini. Saya jadi teringat dengan pendapat salah seorang teman saya yang mengatakan bahwa cantik, ganteng, atau pesonanya seseorang itu relatif. Mungkin kita sudah sering mendengar pernyataan ini, tapi yang menarik dari pernyataan teman saya ini adalah karena sifat relatif inilah yang menjadikan selera seseorang tersebut bisa “diatur” dengan cara memaksa orang tersebut untuk menyukai sesuatu. Contoh yang disampaikan teman saya tersebut adalah boneka barbie, mungkin jika ditanya kebanyakan orang akan mengatakan kalau barbie itu cantik. Yang jadi pertanyaan adalah apakah memang boneka tersebut cantik, atau kita menyebutnya cantik karena telah “dipaksa” dengan cara selalu menampilkan boneka tersebut di media dan menambahkan atribut “boneka cantik” dibelakangnya? Saya lebih setuju dengan pernyataan kedua yang mengatakan bahwa sebenarnya boneka tersebut tidak cantik, tetapi karena media yang selalu memunculkan dan mengatakannya cantik sehingga kita “terpaksa” mengatakannya cantik. Mungkin inilah yang terjadi dengan bangsa ini. Kita semua telah dipaksa untuk menyukai kebudayaan bangsa lain. Semua yang diproduksi bangsa lain telah dipaksa media agar menjadi mainstream di negri ini. Mungkin satu hal yang membuat ini semakin mudah untuk dilakukan oleh media-media ini adalah sifat dari orang-orang indonesia yang lebih suka menjadi follower daripada leader. Kita merasa lebih bangga jika kita ikut dengan orang-orang yang kelihatan lebih dari kita. Atau ada faktor lain yang mungkin lebih memudahkan ini terjadi. Mungkin kualitas dari seniman/kebudayaan negri kita kualitas kampungan? Atau selera bangsa ini yang terlalu tinggi untuk dipenuhi oleh seniman negri kita?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline