Lihat ke Halaman Asli

Once Upon Menerjemah

Diperbarui: 8 September 2015   00:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

 Aku sedang iseng membuka laptop dan online di salah satu akun facebook-ku saat melihat postingan mengenai 'terjemahan', 'lembar novel' dan 'tolong aku dong' lewat di timeline-ku. Aku, masih dengan isengnya, mengecek postingannya. Dan langsung memiringkan kepala sambil mengerutkan dahi. Yang ada di pikiranku saat itu adalah siapapun yang mengirim postingan itu pasti orang pintar. Karena isi postingan tersebut berupa foto beberapa halaman novel yang dengannya ia minta pada siapapun agar membantunya menerjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia. 

 Ragu-ragu, aku meng-klik tombol "Pesan" di kronologi si pengirim postingan. Aku bilang padanya kalau aku mau membantu tapi belum tentu cepat dan benar. Aku hanya ingin mencoba. Soalnya selama SMP-ku di Gontor, aku suka menerjemahkan tulisan. Dan rasanya sudah lama sekali aku tak melakukannya lagi. Well, kuliah and stuffYou knew it.

 Yang mengejutkan, orang ini malah menjawab dengan ekspresi senang yang terpampang jelas di tulisannya. Ia mengirimiku 4 halaman novel itu di Private Message (PM)-ku. Kemudian karena aku juga tidak suka menunggu lama, aku sebisa mungkin menerjemahkannya dengan cepat. Tapi aku ini malaaaaaaaassss sekali. Mengambil kamusku di atas meja belajar itu rasanya seperti memetik bunga Edelweis di puncak gunung. Akhirnya aku memilih menggunakan Google Translate saja. 

 Aku tahu, kadang Google Translate memberi informasi yang salah. Namun, bila kau tahu 'kata dasar' dari suatu kalimat, semua arti pasti langsung keluar. Dan kalaupun Google Translate masih saja salah, aku bisa mencarinya di kamus online lain. Padahal lebih gampang kalau aku berdiri dan mengambil kamusku kan? Ahahhahahah.

 Di sela-sela menerjemah, orang ini mengeluhkan kesusahannya menerjemahkan lembaran itu. Aku kemudian membuka dua tab lagi dengan tampilan pesan dia saja. Satu untuk menerjemahkan dan sisanya untuk mendengarkan keluhannya juga sesekali membalas pertanyaan-pertanyaannya -salah satunya tentang di universitas mana aku kuliah. Dan entah mengapa, tiba-tiba saja, semua yang aku kenal seolah harus mengirimiku pesan saat itu juga. Aku yang gampang sekali teralihkan fokusnya ini, berakhir mengulang-ulang kalimat 'FOKUS' di otak.

 Setelah selesai satu halaman, aku memberikan hasil terjemahannya ke orang tersebut. Dia membalas pesanku dengan kalimat 'Cepat sekali Kak' dan 'Makasih' yang malah aku acuhkan. Karena aku sudah beralih ke halaman setelahnya dan baru membaca pesannya saat halaman kedua ini selesai aku setor. Aku hanya membalas sekedarnya, tidak seperti awal-awal tadi. Namun sebelumnya, aku sempat memintanya untuk memberiku waktu sebentar. Berkata bahwa ini tidak akan lama soalnya aku juga tahu bagaimana rasanya menunggu.

Setelah selesai semua, dia mengucapkan terimakasih berkali-kali. Aku mengiyakan dan berpikir dalam hati;

"Wow. Aku masih bisa menerjemah, ternyata,"

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline