Lihat ke Halaman Asli

Manakah Partai yang Pro Wong Cilik?

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1395919754771500134

Hari ini (27/3) Media Indonesia menulis soal "standing" parpol terhadap subsidi BBM, bahasan ini dieksplore pada halaman "Platform Partai" di halaman 6, yang masuk pada suplemen "Indonesia Memilih". Setidaknya kita akan dapat melihat, bagaimana pandangan parpol terhadap Subsidi BBM, yang erat kaitannya dengan kenaikan harga BBM.  Judul besar besar yang ditulis oleh Media Indonesia adalah "Parpol Akui Subsidi Salah Sasaran", yang disisi lain bisa dikatakan bahwa lebih disukai untuk mencabut subsidi BBM, atau bahasa simplenya lebih pro kenaikan BBM. Silahkan cek di sini.

Menurut teori yang selalu disampaikan bahwa Subsidi BBM membebani APBN, sehingga harga BBM harus dinaikkan untuk mengurangi subsidi. Adanya kenaikan harga BBM sebenarnya ditujukan untuk menurunkan subsidi yang diberikan kepada masyarakat. Faktanya dari R-APBN-P 2013 yang sudah merencanakan kenaikan BBM, namun nilai subsidi masih melonjak dari angka APBN 2013. Bila asumsi awal subsidi BBM sebesar 193,8 T, ternyata setelah ada subsidi nilainya malah meningkat pada angka 209,9 T, padahal sebenarya kenaikan harga BBM ini unutk menekan angka subsidi tersebut. (bisa dilihat di hal 4-7 Nota Keuangan R-APBN-P 2013)

Perlu dilihat dampak negatif kenaikan harga BBM juga akan menyebabkan naiknya jumlah masyarakat miskin di Indonesia. Misalkan pada tahun 2013, dimana target kemiskinan yang telah ditetapkan dalam APBN 2013 sebesar 9,5 persen  hingga 10,5 persen ternyata dikoreksi menjadi antara 11,85% dan 12,10% lantaran kenaikan BBM. Selain itu pada tahun 2013 juga terlihat kebijakan pengurangan subsidi BBM akan berdampak secara langsung pada peningkatan biaya transportasi masing-masing sebesar 23.8 persen dan 11,9 persen, ketika dilakukan kenaikan premium 44 persen dan solar 22 persen.

Kenaikan BBM ini juga akan membawa konsekuensi membengkaknya anggaran belanja untuk kompensasi BBM. Bila dilihat kompensasi kenaikan harga BBM yang diajukan dalam APBNP 2013 mencapai Rp 30,6 triliun. Angka itu dialokasikan untuk BLSM, Raskin, beasiswa, maupun PKH. Dana Rp 30,6 triliun tersebut merupakan anggaran baru yang akan digabung dengan anggaran program penanggulangan kemiskinan yang sudah ada dalam APBN 2013, Sehingga, totalnya akan mencapai Rp 66,8 triliun. (Silahkan lihat nota keuangan RAPBN-P 2013 hal 4-11)

Tak hanya itu kenaikan harga BBM juga memicu Inflasi, seperti yang terjadi di tahun kemarin bila pada asumsi awal inflasi pada angka 4,8 persen, karena ada kenaikan BBM angka inflasi akan melonjak pada angka 7,2 persen (Silahkan lihat nota keuangan RAPBN-P 2013 hal 1-3). Menurut BI bila tanda adanya kenaikan BBM, angka inflasi bisa ditekan sampai pada angka 5,5 persen, namun bila ada kenaikan BBM angka inflasi bisa melonjak hingga 7,5 persen.

Saya kira subsidi BBM masih diperlukan oleh masyarakat, sehingga sebenarnya harga BBM tidak perlu dinaikkan, bila memang kepentingan rakyat yang diutamakan karena masih ada cara baik dari sisi kebijakan migas ataupun dari sisi kebijakan finansial. Masih banyak cara yang bisa ditempuh, seperti penghematan anggaran birokrasi, benahi kebocoran anggaran, serta berantas korupsi sistemik pada pajak rakyat, penghematan konsumsi BBM, perbaikan transportasi umum dan lain sebagainya.Penghematan biaya belanja, utamanya untuk kunjungan luar negeri. Pemangkasan insentif lain untuk PNS yang sudah mendapatkan remunerasi, ini untuk mengurangi belanja pegawai di APBN.

Disisi lain bisa dilakukan optimaliasai anggaran yang tidak terserap, misalkan pada tahun 2012, ada anggaran sekitar Rp 30 trilliun yang tak terserap di seluruh kementerian dan lembaga. Melakukan penghematan konsumsi BBM dengan memperbaiki transportasi umum untuk menghindari kemacetan, karena hal inilah yang membuat BBM terbuang percuma. Padahal dampaknya kita harus ada tambahan kuota BBM bersubsidi dari 46 juta kiloliter (KL) menjadi 49 juta KL, maka akan ada tambahan impor hingga 3,5 juta KL lagi di 2013 ini. Cara lain yang dapat diambil adalah melakukan intensifikasi eksplorasi minyak di Indonesia, karena saat ini kapasitas kilang kita hanya mampu memproduksi 34 juta KL, dari total kuota 46 juta KL.

Saya melihat ada salah tata kelola dengan manajemen enegeri kita. Pengelolaan sumber energi yang dilakukan pemerintah sudah tidak lagi mencerminkan berdasarkan atas kesejahteraan rakyat. Mengingat, 75-80 persen pengelolaan SDA Indonesia dalam sektor BBM dikelola oleh perusahaan asing, dan hanya 25 persen dikelola oleh Pertamina.

Selain itu, Indonesia agar lebih stambil lagi dalam sektor BBM harus mampu keluar dari ketergantungan impor, karena saat ini 2/3 persen minyak melalui impor. Padahal pasal 33 UUD 1945 sudah mengamanatkan bahwa Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Oleh karenanya, seharusnya para pemimpin republik ini seharusnya kembali ke aturan konstitusi. Cabang-cabang produksi yang berkaitand engan hajat hidup orang banyak seharusnya dikuasasi oleh negara.

Pada sisi lain, negara seharusnya menjaga diversi energi yang ada di masyarakat. Penyeragaman penggunaan energi di era orde baru dengan minyak tanah dan penggunaan LPG di era saat ini terbukti telah menumbangkan ketahanan energi kita. Seharusnya, negar tetap menjaga penggunaan energi yang bervariasi oleh masyarakat. Seperti penggunaan panas bumi, air, angin ataupun mata hari. Seharusnya penggunaan energi tersebut disesuaikan dengan kondisi dan potensi daerah setempat, jadi jangan diseragamkan pakai LPG, negara bisa kebobolan.

Silahkan disimak grafis dibawah ini , siapakah yang pro wong cilik ?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline