Lihat ke Halaman Asli

Konstruksi terjadinya Toxic Masculinity pada kalangan masyarakat

Diperbarui: 22 Oktober 2022   15:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Toxic dalam Bahasa inggris yang artinya racun. Biasanya pelaku toxic di panggil toxic people yang berarti istilah untuk jenis orang yang beracun. Maksud beracun adalah ketika toxic people tersebut menebarkan hal negative ke lingkungan sekitarnya. Sedangkan maskulin adalah kualitas atau penampilan yang dikaitkan dengan laki-laki, seperti kekuatan, kekuasaan, atau keagresifan. Toxic Masculinity berasal dari bahasa Inggris, toxic masculinity lahir dari konstruksi sosial dari masyarakat patriakis, mengacu pada perilaku dan sikap yang kasar yang dikaitkan dengan laki-laki.

Toxic Masculinity adalah deskripsi sempit tentang kejantanan. Kejantanan sendiri didefinisikan sebagai kekerasan, seks, agresivitas. Menurut peneliti toxic masculinity adalah deskripsi sempit mengenai sikap dan perilaku gender laki-laki, dimana laki-laki harus bisa mengendalikan emosi pada tekanan, bersikap dominan, berpenampilan macho, memiliki jiwa kepemimpinan, tegas, dan berani.

Istilah Toxic masculinity berasal dari seorang psikolog bernama Shepherd Bliss pada tahun 1990, istilah toxic masculinity digunakan untuk membedakan dan memisahkan nilai positif dan nilai negatif dari gender laki-laki. Dari penelitian yang dilakukan Shepherd Bliss menemukan adanya efek buruk dari maskulinitas pada laki-laki. Ross-Williams berpendapat bahwa toxic masculinity adalah konstruksi sosial dari masyarakat patriarki bahwa kemaskulinan seorang laki-laki didasari oleh perilaku-perilaku yang represif dan harus bertindak secara dominan.

Toxic masculinity juga terdapat dalam lingkungan masyarakat, Toxic masculinity yang berkembang dalam masyarakat patriarki menekan kesehatan mental laki-laki, yang bisa menjadi egois, kurang empati, dan berperilaku kasar. Jika ada anak yang tampaknya tidak sesuai dengan maskulinitas yang mapan, laki-laki tersebut dikenakan sanksi sosial, seperti pengucilan dan penindasan sosial. Realitas sosial dalam masyarakat patriarki yang telah melahirkan toxic masculinity, adalah pengetahuan yang memiliki sifat keseharian di mana orang hidup dan berkembang, seperti konsep, kesadaran umum, wacana publik, sebagai hasil konstruksi sosial seperti yang dijelaskan oleh Berger dan Luckmann.

Toxic masculinity lahir dari konstruksi sosial pada masyarakat patriarkisme dimana maskulinitas selalu berhubungan dengan kekuatan sedangkan feminitas selalu berhubungan dengan perilaku yang lembut. Patriarki dimaksud sebagai suatu keadaan atau kondisi sistem sosial yang dimana laki-laki lebih diutamakan dalam segala hal atau dianggap sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam bentuk apapun.

Konstruksi sosial toxic masculinity yang telah terbangun di masyarakat menyebabkan krisis identitas ketika laki-laki berusaha mencapai maskulinitas ideal. Hal ini menyebabkan laki-laki menunjukkan kurangnya empati, mengalami agresi yang cenderung berlangsung lama, terlibat dalam perilaku kasar terhadap yang lain, didiagnosis dengan lebih banyak gangguan mental dan menghindari mencari bantuan professional.

Konstruksi makna toxic masculity di masyarakat mengenai stigma bahwa laki-laki maskulin harus macho, tegas, berani, dan tidak menggunakan sesuatu yang berkaitan dengan perempuan. Namun karena internalisasi nilai kemaskulinan yang sudah berkembang sejak masyarakat patriarki maka masyarakat pada saat ini masih menanamkan nilai tersebut dengan mengkotak-kotakan sikap dan perilaku seorang laki-laki berdasarkan gender jika nilai tersebut tidak tertanam dimasyarakat sekarang maka laki-laki bebas mengekspresikan perasaannya keruang public namun karena adanya stigma maskulin laki-laki yang sudah tertanam sejak kecil maka laki-laki tidak boleh menggunakan sesuatu yang berkaitan dengan perempuan. Sejak bayi dilahirkan sudah membawa sifatnya masing-masing tidak semua laki-laki yang terlahir memiliki sifat macho, tegas, berani sesuai dengan stigma laki-laki maskulin di masyarakat jadi tidak semua laki-laki memiliki sifat tegas, berani namun ada juga sifat laki-laki yang lembut dan sifat seseorang terbentuk dari lingkungan sekitarnya.

Toxic masculinity sebagai konstelasi ciri-ciri laki-laki regresif sosial yang berfungsi untuk mendorong dominasi, devaluasi perempuan, homofobia, dan kekerasan. Toxic masculinity menjelaskan mengapa pria selalu memiliki jiwa untuk bersaing dan mendominasi orang lain secara agresif dan juga mewujudkan sifat yang paling bermasalah pada pria. Toxic masculinity menuntut tidak hanya subordinasi perempuan tetapi juga dari laki-laki yang tidak berpartisipasi secara aktif terhadap standar maskulinitas superior. Pandangan tersebut dapat memicu pada tindak kekerasan dan agresi pada kaum yang mereka anggap lemah. Berikut beberapa factor penyebabnya toxic masculinity.

A. Seorang laki-laki harus kuat, tidak boleh lemah ataupun lembut.

B. Seorang laki-laki harus bisa mengatur hubungan atau bertindak dengan sesuai yang di inginkan bagaimanapun juga.

C. Seorang laki-laki dikatakan gagal ketika laki-laki tidak bisa menjadi sesorang yang bisa menghidupkan keluarganya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline