Lihat ke Halaman Asli

Menapaki Sejarah "Valentine" dan Hukum Merayakannya (Bagi Ummat Islam)

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sejarah Valentine & Hukum Merayakannya
Februari adalah bulan kasih sayang. Banyak orang khususnya para pemuda dan pemudi memaknainya demikian. Didalamnya banyak orang meyakini dengan mengikat kasih dibulan tersebut semua impian dan harapan akan cepat terkabul dan hidup bahagia, kekal selamanya. Di Dunia Barat, Hari Valentine (bahasa Inggris: Valentine’s Day), pada tanggal 14 Februari adalah sebuah hari di mana para kekasih dan mereka yang sedang jatuh cinta menyatakan cintanya. Pada masa kini, hari raya ini berkembang bukan hanya para orang yang memadu kasih, tapi pada sahabat dan teman dekat bahkan sudah meluas dan mengakar di kalangan muda-mudi negeri ini.

Melihat sejarah, hari Valentine adalah budaya yang berasal dari orang non Muslim (Katolik) yang notabene berstatus kafir. Sehingga dari segi sejarah, Valentine adalah budaya non Muslim. Dalam buku Ensiklopedia Inggris (The Ensycloppedia Britania) volume ke-12 dituliskan penjelasan sebagai berikut : “Agar lebih mendekatkan lagi kepada ajaran Kristen, pada tahun 496 M, Paus Geladius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati Saint Valentine yang mati pada 14 Februari.”
Mengulas tentang sejarah Valentine’s Day, terdapat beberapa macam versi cerita yang berbeda-beda.
Satu versi cerita berkata bahwa asal mula Valentine itu berkaitan dengan seorang martir (semacam “syahid” dalam literatur agama Islam) yang bernama Saint Valentine atau Santo Valentine. Ia adalah pria Roma yang menolak melepaskan agama Kristen yang diyakininya. Ia meninggal.
Versi lain mengatakan bahwa Saint Valentine adalah seorang pria yang membaktikan dirinya untuk melayani Tuhan di sebuah kuil pada masa pemerintahan Kaisar Claudius II. Pada masa itu, terdapat budaya “Feast of Lupercalia” yaitu ritual memuja  dewa Juno yang diimplementasikan melalui kencan sehari, yaitu dengan cara nama-nama para peserta gadis ditulis di selembar kertas kemudian dimasukkan ke dalam gelas kaca. Kemudian para pria harus mengambil satu kertas yang berisi nama seorang gadis yang nantinya menjadi teman kencan di acara tersebut. Dan biasanya berlanjut menjadi jodohnya.
Pada masa pemerintahan Claudius II, Romawi terlibat banyak peperangan. Kaisar Claudius II kesulitan merekrut pemuda untuk armada perangnya karena mereka berat meninggalkan keluarga dan kekasihnya. Akhirnya, Kaisar Claudius II memerintahkan untuk membatalkan semua pernikahan dan pertunangan di seluruh kerajaan Romawi. Saint Valentine yang kala itu menjadi pendeta terkenal di Roma menolak perintah dari Kaisar Claudius II.
Saint Valentine dan seorang temannya yang bernama Santo Marus diam-diam tetap menikahkan para pemuda dan prajurit. Tak berselang lama, perbuatan mereka tercium oleh Kaisar Claudius II. Kaisarpun murka dan menjatuhkan hukuman mati kepada Saint Valentine dan Santo Marus. Sebelum dihukum mati, Saint Valentine dipenjara terlebih dahulu. Di dalam penjara dia berkenalan kemudian menjalin hubungan dengan seorang gadis anak sipir penjara. Sebelum dihukum mati, Saint Valentine masih sempat menulis surat kepada gadis tersebut yang berisi “From Your Valentine.”
Saint Valentine dan Santo Marus dihukum mati tepat pada tanggal 14 Februari 270 M. dan karena Lupercalia dimulai pada pertengahan bulan Februari, para pastur memilih Saint Valentine untuk mengganti nama perayaan Lupercalia tersebut. Lupercalia adalah sebuah festival yang diselenggarakan di zaman Roma kuno setiap tanggal 15 Februari. Festival ini untuk menghormati dewa Faunus (Pan bagi bangsa Yunani), Lupercus (Dewa Kesuburan), dan Romulus yang semuanya menganut paham paganisme. Meski pada mulanya Lupercalia adalah ritual agama pagan untuk kesuburan pertanian, dari waktu ke waktu, festival itu menjadi ajang suka-suka dan pesta seks (sexual horseplay). Namun baru pada tahun 496 M pendeta Gelarius menetapkan 14 Februari sebagai hari penghormatan kepada Saint Valentine. Akhirnya secara bertahap 14 Februari dijadikan orang-orang untuk selalu mengingat Saint Valentine dan Santo Marus, serta merayakannya sebagai bentuk ekspresi cinta kasih.
Ada yang mengatakan bahwa Paus Gelasius I sengaja menetapkan hal ini untuk mengungguli hari raya Lupercalia yang dirayakan pada tanggal 15 Februari.
Sisa-sisa kerangka yang digali dari makam Santo Hyppolytus, diidentifikasikan sebagai jenazah St. Valentinus. Kemudian ditaruh dalam sebuah peti dari emas dan dikirim ke gereja Whitefriar Street Carmelite Church di Dublin, Irlandia. Jenazah ini telah diberikan kepada mereka oleh Paus Gregorius XVI pada tahun 1836. Banyak wisatawan sekarang yang berziarah ke gereja ini pada hari Valentine (14 Februari), di mana peti dari emas diarak dalam sebuah prosesi dan dibawa ke sebuah altar tinggi. Pada hari itu dilakukan sebuah misa yang khusus diadakan dan dipersembahkan kepada para muda-mudi dan mereka yang sedang menjalin hubungan cinta.
Hari raya Valentine Days ini dihapus dari kalender gerejawi pada tahun 1969 sebagai bagian dari sebuah usaha yang lebih luas untuk menghapus santo-santo yang asal-muasalnya tidak jelas, meragukan dan hanya berbasis pada legenda saja. Namun pesta ini masih dirayakan pada paroki-paroki tertentu.
Hukum Merayakannya
Dengan memperingati Hari Valentine, berarti seorang muslim telah meniru budaya khas yang dimiliki non muslim (tasyabbuh bil kuffâr), di sisi lain berarti juga telah memeriahkan perayaan dan propaganda simbol-simbol kekafiran.
Maka hukum memperingati Hari Valentine dipilah dalam tiga kategori hukum berdasar motifnya, sebagai berikut :
Pertama, merayakan dengan motif mengakui dan merelakan (ridla) atas ajaran-ajaran kufur dalam Valentine, menjunjung tinggi agama orang kafir, atau minimal merasa tertarik pada agama mereka. Motif seperti ini mengakibatkan kufur dan murtad.
Kedua, merayakan dengan motif berpartisipasi memeriahkan Hari Valentine sebagai perayaan milik non muslim (syi’ar al-kuffar). Hal ini dihukumi haram, meskipun tidak mengerti fungsi religinya.
Ketiga, merayakan tanpa dua motif di atas, hanya sekedar ikut-ikutan, bahkan tidak memahami bahwa Valentine adalah milik non muslim dan tidak ada maksud meniru tradisi non muslim. Hal ini menurut fiqh diperbolehkan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline