Lihat ke Halaman Asli

Royan Juliazka Chandrajaya

Seorang pekerja lepas yang sedang berusaha memahami makna hidup.

Rosmini

Diperbarui: 7 Juli 2022   15:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Rosmini (sumber : flickr.com)

Sejak pukul tiga dini hari, Rosmini telah sibuk di dapur dengan segala peralatan kue sederhana miliknya. Dapur tempatnya bekerja berukuran 4 x 3 meter. Berlantai kayu, beratap rumbia serta sebuah kompor tanah yang telah berumur membuat suasananya benar-benar asing di zaman yang serba modern ini.

Matanya mulai cekung akibat terlalu sering terpapar panas bara api. Sejak suaminya mengalami kecelakaan parah 16 tahun yang lalu-hingga berujung kecacatan permanen, membuat perempuan berusia 56 tahun ini mau tak mau harus mengambil alih nahkoda rumah tangga.

Keadaan memaksanya bekerja menjadi pedagang kue tradisional di pasar, sebab kelima anaknya masih harus melanjutkan sekolah, dan tentu ia harus memastikan dapurnya tetap mengepul hari demi hari.

"Diminum kopinya nak" ucap Rosmini setelah menuangkan kopi hangat ke gelas saya. "Iya tante. Makasih" jawab saya. Saya berkunjung ke rumahnya yang terletak di Desa Larompong-sekitar 55 km dari Kota Palopo, pada suatu pagi yang sejuk.

Waktu itu hari jum'at, entah siapa yang pertama kali memulai tetapi secara tradisi tidak boleh ada aktivitas bertani ataupun berdagang pada hari itu. Kue yang dibuat Rosmini sejak tadi subuh dititipkannya kepada saudara yang memiliki ruko di pinggir jalan.

Seraya menyeruput secara pelan kopi yang cukup nikmat tersebut, saya bertanya "Bagaimana kabarnya Ari tante?" .. "Kemarin sempat sakit, saya menangis di sini karena tidak bisa rawat dia di sana. Tapi sekarang sudah sembuh alhamdulillah".

Ari adalah anak sulungnya yang saat ini bekerja di Sabah, Malaysia sebagai buruh di sebuah pabrik kayu. Upahnya sebesar 1000 MYR perbulan. Jika dirupiahkan kurang lebih sebesar Rp3.400.000. Sudah empat tahun ia bekerja di sana, tak pernah pulang sekalipun. Ari adalah sahabat masa kecil saya. Persahabatan itulah yang membawa saya pada pertemuan ini.

"Saya selalu menangis nak, setiap Ari kirimkan saya uang tiap bulan. Saya ingat dulu waktu dia masih sering menangis kalau tidak ada uang jajan, sekarang dia rela merantau jauh supaya adeknya bisa punya uang jajan" Rosmini bercerita sambil sesekali mengusap matanya.

Secara perekonomian, Rosmini masih tergolong kedalam kelas menengah. Suaminya memiliki aset sawah dan empang seluas kurang lebih 2 Ha. Tetapi karena keterbatasan yang ia miliki, ia dan suaminya tak berdaya tatkala saudara-saudara suaminya memanipulasi sejarah demi merebut semua warisan yang harusnya ia miliki saat ini.

"Sudah cacat bapak nak, dipandang sebelah mata sama orang. Sawah ada di belakang rumah, warisannya Bapak (milik suaminya), tapi sekarang dirampas sama saudaranya sendiri. Harusnya Ari tidak usah ke Malaysia merantau, ada sawah di sini. Tapi pamannya rakus semua. Saya tidak bisa apa-apa. Biar Tuhan yang balas" ucapnya lirih.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline