Tantangan saat tergabung dalam kontingen olahraga prestasi bagi disabilitas sangat berbeda dengan tantangan dalam kontingen olahraga prestasi bagi nondisabilitas, terlebih tantangan dalam kontingen olahraga profesional.
Dalam kontingen olahraga prestasi bagi nondisabilitas, setiap bagian dari kontingen bisa bertanggung jawab atas dirinya masing-masing, baik dalam menjaga diri maupun perlengkapannya sendiri.
Teristimewa dalam kontingen olahraga profesional, keseluruhan tanggung jawab berada di tangan manajemen, baik atlet maupun ofisial terima beres.
Dalam sebuah kontingen olahraga prestasi bagi disabilitas, tanggung jawab menjadi sesuatu yang berharga, dan merupakan kehormatan tertinggi bagi yang dapat mengembannya.
Mengemban tanggung jawab dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi atlet disabilitas, harus dimiliki oleh seluruh ofisial---orang bukan pemain yang terlibat secara langsung dalam kontingen---yang tergabung dalam sebuah kontingen, bertanggung jawab bukan hanya terhadap keselamatan diri atlet, namun bertanggung jawab pula terhadap perlengkapan atlet.
Dalam konteks olahraga disabilitas bagi penyandang disabilitas intelektual, tanggung jawab yang ada menjadi berlipat ganda, kehadiran ofisial yang benar-benar hadir bagi atlet sangatlah dibutuhkan, meski pada saat yang bersamaan harus mengedukasi atlet dalam kemandirian.
Salah satu contoh yang sangat sederhana tentang kehadiran ofisial yang benar-benar hadir bagi atlet akan tercermin pada posisi mana ofisial akan berdiri saat bongkar muat barang bawaan atlet, baik saat akan naik pesawat (checked baggage), saat turun pesawat (baggage collection), maupun dalam setiap perpindahan barang bawaan selama menempuh rangkaian perjalanan.
Kehadiran ofisial yang benar-benar hadir bagi atlet ini setidaknya pernah dilakoni oleh penulis saat menjadi bagian dalam Kontingen Indonesia pada Special Olympics World Games (SOWG) 2023 di Jerman.
Bukan sekadar memastikan semua barang bawaan aman, melainkan mengambil bagian secara langsung untuk mengangkat setiap koper milik Kontingen Indonesia, setidaknya saat checked baggage, baggage collection, dan saat berpindah kota dari Wiesbaden ke Berlin.
Bahkan saat membantu mengangat koper ke dalam kendaraan yang akan mengangkut perlengkapan Kontingen Indonesia dari Wiesbaden ke Berlin, karena proses pengangkatan yang berlangsung dengan cepat dan singkat (menggunakan sistem energi anaerobik), seusainya penulis serasa mau pingsan, dan tanpa diketahui oleh siapa pun, menyusul kendaraan yang akan mengangkut penumpang tertunda kedatangannya, penulis pun bergegas mencari ruangan kosong untuk merebahkan diri guna membuang rasa mau pingsannya. Wkwkwkwk.