Lihat ke Halaman Asli

Roy Soselisa

Sinau inggih punika Ndedonga

Keugaharian Menjadi Pilihan

Diperbarui: 4 Oktober 2020   08:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lawu Park (dokpri)

Buah hati kami menangis menjelang tidurnya di malam hari. Tangisnya disebabkan karena permohonan untuk dibelikan mainan hanya kami jawab seperti biasanya: "Iya, nanti Papa Mama belikan, tapi harus nabung dulu ya."

Buah hati kami sangat memahami aturan yang telah kami tetapkan bahwa saat menginginkan sesuatu, tak mungkin bisa dipenuhi seketika, melainkan ada proses yang harus dilalui lebih dulu yakni dengan cara menabung.

Bahkan tak jarang saat buah hati memohon sesuatu kepada kami, kalimat permohonannya selalu diikuti dengan akhiran: "Harus nabung dulu ya, Pa (atau Ma)?"

Namun, empat hari lalu (30/9/2020) menjadi hari yang berbeda, buah hati kami menangis saat kami menyampaikan harus menabung lebih dulu, dalam tangisnya buah hati kami berusaha berdiplomasi:

"Ethan nggak mau nabung, Ethan mau beli mainan, tabungan Ethan sudah ada di rumah Oma, Opa sudah tabungkan banyak untuk Ethan." 

Mendengar diplomasinya ini, kami berdua (saya dan istri) yang malam itu sudah mematikan lampu kamar dan bersiap untuk terlelap dalam tidur, seketika menjadi terkejut dan tertawa.

Ternyata menjelang sepuluh bulan (2/10/2020) kepergian Opanya menuju keabadian, masih segar dalam ingatan buah hati kami tentang tabungan yang pernah disiapkan oleh Opanya.

Bahkan buah hati kami bisa menyebutkan dengan spesifik tempat Opanya menyimpan tabungan (berupa kumpulan koin dalam celengan dari botol bekas bedak bayi ukuran 500 gram) di bawah tangga rumah Oma---semenjak kepergian Opanya, buah hati kami tidak pernah menyebut rumah Opa lagi, tetapi atas inisiatifnya sendiri mengganti sebutan dengan rumah Oma (pribadi yang masih hidup).

Opanya memang telah menyediakan tiga celengan yang rutin diisi dengan kumpulan koin untuk ketiga cucunya, dan tempat dari ketiga celengan itu pun masih tetap sama, belum ada yang membukanya hingga sekarang.

Selama setahun terakhir sebelum kepergian Opanya, buah hati kami memang selalu menyaksikan Opanya (dengan sengaja memperlihatkan) setiap kali memasukan koin-koin ke dalam celengan. Tak jarang pula Opanya dengan sengaja menyerahkan celengan ke buah hati kami untuk diangkat guna dirasakan bobotnya, pertanda celengannya telah penuh dengan kumpulan koin.

Tindakan yang Opanya lakukan ini pasti memiliki alasan yang kuat di baliknya, dan alasan itu saya yakini salah satunya karena Papa sedang berusaha mengajarkan kepada cucu-cucunya bahwa apabila ingin mendapatkan sesuatu, harus menyiapkan segala sesuatu dengan tekun lebih dulu, salah satunya melalui menabung.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline