Ternyata disrupsi terjadi bukan karena kehadiran teknologi seperti yang telah diramalkan oleh para ahli, melainkan karena kehadiran virus. Pandemi Covid-19 telah membawa perubahan menjadi lebih cepat dari yang seharusnya dalam berbagai sektor, banyak pihak dipaksa untuk mengimplementasikan digitalisasi menjadi lebih intens dan maksimal, dipaksa untuk beralih dari luring menjadi daring, mulai dari belajar hingga bekerja harus dilakukan dari rumah dengan pemakaian sistem digital.
Saya pribadi sepanjang bulan April-Mei 2020 lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja dari rumah, dan ternyata saat bekerja dari rumah yang harus dikerjakan menjadi lebih banyak dari yang seharusnya, tak memiliki manajemen waktu yang baik pula seperti pada saat menjalani rutinitas harian sebelum adanya pandemi. Hingga puncaknya pada penghujung bulan Mei 2020, rasa jenuh yang begitu kuat melanda, dan untuk mengusirnya saya mulai memutuskan untuk memberikan warna yang berbeda selama berada di rumah saat terdampak oleh Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Salah satunya dengan mulai mencicipi salah satu dampak positif dari terjadinya pandemi, yakni adanya terobosan penyelenggaraan webinar (seminar yang diselenggarakan melalui situs web atau aplikasi berbasis internet) yang makin banyak bertebaran, mulai dari yang gratis hingga berbayar. Dari sekian banyak informasi tentang penyelenggaraan webinar, saya hanya memberikan perhatian khusus terhadap webinar yang mengangkat tentang tema ilmu keolahragaan dan kependidikan.
Saya berusaha selektif untuk mengikuti setiap webinar yang ada, dan saya tidak hanya mengikuti webinar yang gratis saja, melainkan saya mengikuti pula webinar yang berbiaya. Bahkan saya turut menjadi member pada salah satu webinar---diselenggarakan rutin setiap minggunya, setiap hari Rabu untuk sesi diskusi, dan setiap hari Sabtu untuk sesi webinar---yang dikemas secara menarik dan tematik meliputi tema-tema Sport Science, Sport Management, Sport Coaching dan Sport Marketing.
Tak terasa, berawal dari dorongan untuk mengusir rasa jenuh, ternyata sepanjang bulan Juni 2020 kemarin saya telah mengikuti sebanyak 24 (dua puluh empat) kali webinar dengan berbagai tema pendidikan dan keolahragaan yang diselenggarakan oleh berbagai pihak---bukti keikutsertaannya (berupa flyer, materi, sertifikat, dll.) dapat dilihat pada tautan ini: bit.ly/2Vvc5kq. Tentu saat sudah menyentuh angka puluhan kali dalam sebulan mengikuti webinar, tak cukup hanya bermodalkan alasan ingin mengusir rasa jenuh, melainkan ada alasan kuat lainnya yakni ingin memuktahirkan pengetahuan yang telah dimiliki maupun yang belum dimiliki sebelumnya.
Pandemi telah memungkinkan terjadinya perubahan zaman, sejauh pengamatan saya tentang penyelenggaraan webinar untuk tema keolahragaan (khususnya yang berbahasa Indonesia) belum pernah ada sebelum terjadinya pandemi, jangankan penyelenggaraan webinar, penyelenggaraan pertemuan ilmiah dengan bertatap muka secara langsung pun terbilang langka, sekalipun ada harus pasti berbiaya dan harus menempuh jarak tertentu lebih dulu, sehingga berdasarkan pengalaman pribadi dalam setahun hanya bisa mengikuti dua hingga empat kali pertemuan ilmiah (seminar, pelatihan, dll.) yang merupakan jumlah minimal yang harus dipenuhi berdasarkan tuntutan profesi.
Namun, saat ini webinar telah menjadi oasis-oasis pengetahuan yang bertebaran di padang gurun pandemi. Bahkan saat berbicara tentang industri olahraga seperti raksasa yang tertidur, penyelenggaraan webinar dengan tema keolahragaan pun termasuk dalam bagian dari industri olahraga. Terbukti sejak terjadinya pandemi, mulai banyak bermunculan event organizer yang menggarap webinar dengan tema keolahragaan---termasuk mulai banyak yang menggarap kelas-kelas daring yang berbiaya dalam memberikan pelatihan kondisi fisik bagi mereka yang berolahraga dari rumah.
Selama berada dalam padang gurun pandemi, selain mengikuti webinar, saya pun menggunakan sistem digital untuk membeli sejumlah 6 (enam) buku bertema keolahragaan---dua buku untuk melengkapi buku yang telah dimiliki sebelumnya, dan empat buku lainnya untuk memperkaya sumber belajar. Tindakan ini saya lakukan tentu memiliki alasan yang kuat pula, meski saat ini PSBB telah beralih pada adaptasi kebiasaan baru, tetapi beban kerja masih belum pulih seperti sediakala, dan mengisi kegiatan yang salah satunya dengan membaca buku lebih memiliki banyak keuntungan.
Bagian menarik lainnya dari membeli sejumlah buku ini yakni untuk menambah perbendaharaan buku yang kami miliki, karena hunian idaman kami selain dilengkapi dengan sebuah taman bunga, dilengkapi pula dengan sebuah taman bacaan yang berisikan banyak buku yang tertata rapi di dalam rak. Sehingga saat buku telah diterima dari hasil belanja daring, langkah pertama yang dilakukan sebelum membacanya adalah memberikan sampul plastik pada bagian luarnya, dan Elfrita Santy yang baik hati pun telah membantu untuk menyampulinya.
Keberadaan sebuah taman bacaan dalam hunian kami pun memiliki alasan yang kuat, karena kami ingin membangun budaya literasi---memiliki kompetensi membaca dan menulis---sejak dini bagi buah hati kami di tengah zaman yang menjadikan teknologi (gawai, televisi berlangganan, dll.) sebagai andalan. Selain itu kami ingin memberikan teladan bagi buah hati bahwa dengan membeli buku yang tampak dari perbendaharaan yang kami miliki, berarti telah menghargai sebuah karya tulis, dan secara tidak langsung telah mendukung budaya menulis (ilmiah, dll.) yang melahirkan gagasan-gagasan cemerlang untuk mengatasi persoalan bangsa dalam berbagai bidang.
Pada posisi manakah kita berdiri selama berada dalam padang gurun pandemi? Memilih diam di tempat dengan berbagai keluhan? Memilih bergerak mengikuti pengaruh positif yang telah dilahirkan? Saya pribadi memilih bergerak sesuai bidang yang digeluti, bergerak untuk menjaga nyala api semangat dalam berjuang bagi olahraga pendidikan dan olahraga prestasi. Sudah selayaknya kita memiliki pengharapan yang penuh bahwa pandemi yang sedang terjadi saat ini akan membawa kita ke dalam perubahan zaman yang lebih baik. Selamat berjuang para pejuang kehidupan dalam melalui perjalanan di tengah padang gurun pandemi.