Lihat ke Halaman Asli

Rovina Alisa Sasa

Health Care Assistant

Cerpen: Mungkin Aku adalah Lilin

Diperbarui: 21 Desember 2022   21:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malamku selalu indah ditemani sinar temaram lilin-lilin kecil.  (Sumber: pixabay.com/Patricio Hurtado)

“Aku memang tak penting lagi” kata lilin kepada api yang membakar tubuhnya. Nampaknya ia memang bosan dan mengutuk kehidupan yang menjadikannya sebagai sesuatu yang dikorbankan, ia putus asa. 

Tapi api yang diajak bicara tak menjawab apa-apa, ia serba salah, api berfikir kalau ia hidup memang ditakdirkan untuk menghabisi, tapi bukankah dengan cara seperti itu sebuah lilin memiliki eksistensi? 

Api bingung dan akhirnya menjawab “lin, sebenarnya siapa yang tidak bisa menghadirkan siapa? aku, kamu atau kita? Kita ditakdirkan untuk bertemu, memang aku panas dan membuatmu meleleh tapi bukankah jika tak ada aku, kamu tak ada?” jawab api dengan gusar. 

Beberapa jenak mereka terdiam, tapi masih saling melengkapi seperti sedia kala, api masih menyala dan lilin masih menghabisi tubuhnya, hanya saja cahaya yang mereka hasilkan sedikit meredup.

“Iya, memang benar apa yang kamu katakan. Aku memang bukan siapa-siapa tanpa kamu, tapipun sebaliknya kamu tidak akan menjadi apa-apa tanpa sumbu dari tubuhku” jawab lilin marah.

“Ouh tidak. Kamu salah jika beranggapan demikian, aku bisa saja memanaskan diri dan membakar apapun. Aku adalah penguasa, aku bisa menghabisi manusia, rumah, hutan, dan apapun yang aku mau. 

"Tapi lihat, lihat dirimu? Kamu adalah sosok lemah yang tak bisa menjadi apa-apa tanpa adanya aku,” begitulah api terus mencerca lilin tak habis-habisnya. 

Lilin sedih, “apa yang dikatakan oleh api memang benar, aku memang sosok yang lemah dan tak berguna apa-apa, bahkan untuk hidup saja aku harus tergantung dengan api, mungkin lebih baik aku memadamkan diri.” 

Runtuk lilin putus asa, ia terus meredup, bingung menentukan opsi. Ia di beri dua pilihan yang sama-sama berat, memilih terus bertahan tapi menyakitkan atau kalah tanpa menjadi apa-apa. Sebuah pilihan yang dilematis.

Pada akhirya lilin memutuskan untuk bertahan dan terus merelakan tubuhnya tebakar oleh api. Namun meski lilin tetap memilih untuk bertahan, cahaya yang mereka hasilkan meredup dan tubuh lilin habis, terbakar. 

Rupanya, ketidakrelaan itu membuat lilin lebih cepat menemui ajal. Ia mati lebih cepat dari yang digariskan kehidupan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline