Lihat ke Halaman Asli

Local Genuine Semen Padang

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Tungku tigo sajarangan, tigo tali sapilin”, sebuah pepatah filosofis masyarakat Minangkabau yang mungkin kurang akrab di telinga, namun pepatah inilah yang akan selalu dijadikan acuan dalam membangun tanah kelahiran mereka, Sumatera Barat. Secara sederhana pepatah tersebut memiliki makna bahwa di Minangkabau dalam membangun nagari, harus ada peran tiga tungku sajarangan ini, yakni ninik mamak (orang yang pandai soal adat), cadiak pandai (orang yang ahli dalam ilmu pengetahuan) dan alim ulama (ahli agama) yang ketiganya berada dalam satu sapilin (ikatan). Kearifan lokal yang dimiliki oleh budaya Minang ini tentu saja memiliki andil yang cukup besar dalam pembangunan Sumatera Barat dari berbagai sektor, salah satunya di sektor ekonomi.

Semen Padang adalah salah satu wujud nyata keberhasilan masyarakat Minang dalam mengangkat citra nagari mereka bahkan hingga ke kancah internasional lewat perspektif pembangunan ekonomi. Sebagai pabrik semen pertama di Indonesia yang didirikan tahun 1910 oleh Belanda di masa penjajahan, Semen Padang yang dulunya bernama NV Nederlandsch Indische Portland Cement Maatschappij (NV NIPCM) ini mampu bertahan hingga saat sekarang ini, bahkan setelah melewati berbagai masa sulit seperti hancur leburnya pabrik akibat perang, menghadapi krisis ekonomi dalam usaha pembangunan kembali dan juga konflik yang berujung pada upaya spin off (pemisahan diri). Pada akhirnya Semen Padang yang seakan tidak pernah berhenti dirudung masalah ini dapat bangkit dari berbagai keterpurukan-keterpurukan tersebut. Siapa yang dapat menduga bahwa kearifan lokal yang dipegang teguh oleh masyarakat Minangkabau selama ini, menjadi tonggak keberhasilan mereka dalam membangkitkan kejayaan Semen Padang.

Penulis yang sempat bertemu langsung dengan Dwi Soetjipto, mantan Dirut PT. Semen Padang, menuturkan bahwa Semen Padang dapat melalui masa-masa konflik dan krisis perusahaan tersebut dengan berpulang kepada kearifan lokal masyarakat Minangkabau sendiri. Pergolakan yang terjadi di era kepemimpinannya merupakan akibat dari rencana transformasi Semen Padang menjadi satu holding company dengan Semen Gresik dan Semen Tonasa yang kemudian menjadi satu naungan  yang bernama PT. Semen Indonesia. Dalam pandangan Dwi Soetjipto, ada tiga kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Minang dalam memajukan Semen Padang. Pertama, budaya Minang merupakan budaya egaliter, yang mana semua orang merasa memiliki kesamaan derajat, lebih bebas sehingga orang-orang di Minang cenderung sangat ekspresif. Jika mereka merasa ada hal yang mengganjal, mereka tidak sungkan untuk langsung bertanya, mengajukan kritik ataupun saran dan siap untuk mengutarakan pendapat tanpa adanya ketakutan ataupun pemikiran lain-lain. Kedua, budaya merantau yang dilakukan para pemuda sejak turun temurun akhirnya menghasilkan bibit-bibit kreatif yang memiliki kreatifitas, semangat juang yang tinggi untuk bisa bertahan dan meraih kesuksesan. Ketiga, berpegang pada pepatah “dima bumi dipijak disitu langik dijunjuang”, masyarakat Minang lebih egility (kenyal) terhadap perubahan lingkungan, karena mereka-mereka ini dapat membangun fleksibilitas atas perubahan terhadap dinamika yang dialami oleh perusahaan.

Setali tiga uang dengan pernyataan diatas, Asdian, Kepala Biro Humas Semen Padang, kembali menegaskan bahwa kearifan lokal pun tetap mereka implementasikan dalam aspek operasional kerja perusahaan. Semen Padang saat ini terus berswadaya dalam berbagai bidang dengan berfokus pada potensi SDM lokal hingga mencapai 80%.  Berdirinya unit-unit Semen Padang mulai dari Indarung I hingga Indarung VI, juga tak lepas dari kesungguhan Semen Padang lewat program CSR-nya (Corporate Social Responsibility) memberikan berbagai pelatihan kepada masyarakat sehingga mereka mampu menjadi kontraktor mandiri dan terus membuka lapangan kepada masyarakat Sumatera Barat untuk terlibat dalam setiap aspek pembangunan Semen Padang.

Semen Padang juga terus melakukan berbagai inovasi di berbagai bidang agar kedepannya Semen Padang yang merupakan bagian dari penerapan Strategic Holding, dapat menjadi anak usaha yang memiliki prestasi serta mampu membangkitkan nama besar dan kejayaan masa lalu Semen Padang. Inovasi yang saat ini telah diciptakan oleh para engineer Semen Padang adalah berupa modifikasi gantungan return idler di belt TC 25 Indarung II/III yang mana nantinya mesin-mesin akan tetap memberikan hasil produksi semen yang optimal  bahkan ketika mesin mengalami masalah. Semen Padang juga turut ambil bagian dalam Centre of Engineering yang bersinergi dengan Semen Gresik, Semen Tonasa dan Thang Long Vietnam, yang nantinya kedepannya pabrik-pabrik di bawah holding PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk ini tidak hanya sebatas menghasilkan semen saja, tetapi akan mampu melahirkan/ membangun pabrik-pabrik semen dengan swadaya sendiri. Swadaya yang dapat dilakukan seperti pembuatan dan pengerjaan metalurgi di masing-masing pabrik yang langsung dilakukan oleh para putra daerah, karena hal ini akan sangat membantu dalam menekan ongkos produksi yang biasanya cukup besar. Terlebih sistem upah yang biasa diberlakukan mengacu pada upah di Eropa karena  memang sebelumnya memesan dari benua tersebut, dengan kisaran upah sebesar 8 euro/jam nya.

Pada umumnya, kebanyakan industri-industri besar seolah tidak lagi mempedulikan aspek lingkungan dalam pembangunan pabrik-pabriknya, bahkan terkadang cenderung merusak alam lewat eksploitasi yang berlebihan. Satu fakta menarik bahwa industri sebesar Semen Padang masih tetap konsern pada upaya pelestarian lingkungan melalui program hemat energi yang digagas atas kerjasama dengan Negara Jepang. Proyek yang bernama Waste Heat Recovery Power Generation ini mampu menciptakan Semen Padang sebagai sebuah industri yang ramah lingkungan melalui mekanisme pembangunan bersih atau Clean Development Mechanism. Mengutip dari slogan yang pernah digadang-gadangkan oleh Mantan Menteri Lingkungan Hidup, Emil Salim bahwa bumi ini bukan warisan nenek moyang, melainkan pinjaman dari anak cucu kita. Sebuah hal yang selayaknya dan harus terus terpatri  pada diri setiap pengusaha industri di negeri ini bahwa kita harus terus menjaga keseimbangan bumi, tidak terlalu tamak dengan hanya mementingkan keuntungan besar bagi satu pihak.

Industri yang dijalankan oleh Semen Padang sebagai bagian dari group PT. Semen Indonesia (Persero), Tbk tentunya akan dapat terus berjalan dan akan semakin baik dari  tahun ke tahun,  dengan catatan bahwa Semen Padang selamanya menerapkan kearifan lokal dalam bidang pengembangan usaha. Kearifan lokal sendiri merupakan jembatan yang menghubungkan antara masa lalu, kini dan juga masa depan. Tentunya, kearifan lokal yang bersifat positif ini dapat dijadikan contoh untuk diteladani dalam meningkatkan kinerja serta menciptakan strategi bisnis bagi anak-anak usaha PT. Semen Indonesia lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline