"Hei, kamu siapa? Apa yang kamu lakukan disini?"
Aku menatap seorang lelaki berbadan kurus dengan pipi tirus. Ia duduk memeluk lututnya, pandangannya kosong, entah sejauh apa pikiran yang sedang ada di dalam kepalanya kali ini. Aku pikir hanya aku seorang diri yang terjebak di dalam ruang gelap ini. Ruang yang bahkan tak ada cahaya sedikit pun, kecuali cahaya lentera redup yang masing-masing kita bawa. Bahkan ku lihat, lentera yang ia letakkan di sisinya sudah redup, entah dari kapan.
Dia diam tak bergeming, seolah menganggapku tak ada. Aku memberanikan diri untuk duduk di hadapannya. Air mukanya terlihat jelas, kantung mata yang tebal dengan mata sembab, sepertinya ia menghabiskan hari-harinya dengan menangis.
"Apakah hanya ada kita berdua disini?" Aku menyapu setiap sudut ruangan ini, tak ada orang lain. Bahkan yang ada hanya kegelapan. Lagi-lagi ia tak menjawab pertanyaanku. Kali ini ia menunduk, menyembunyikan mukanya di sela-sela tangan dan lututnya. Perlahan isakannya terdengar lirih.
"Hei, kenapa? Aku tidak tau kamu ini lagi mendem apa, kalau kamu pengen cerita, ada aku disini untuk saat ini. Setidaknya ada satu beban yang keluar, walaupun dengan kamu bercerita tidak menyelesaikan semua masalahmu. Itu pun kalau kamu mau, aku tidak akan memaksamu untuk bercerita"
Perlahan dia mengangkat kepalanya, kita beradu pandang. Aku hanya tersenyum tipis mengamati mukanya yang lusuh, seperti tak memiliki semangat hidup.
"Kamu manusia?" Pertanyaan bodoh yang tak seharusnya dia lontarkan. Dia pikir aku jelmaan jin dari mana?
"Pertanyaan bodoh macam apa? ya jelas aku manusia lah" Dia hanya tersenyum tipis menanggapi perkataanku.
"Eum, kamu sendiri juga manusia kan? atau jangan-jangan aku tersesat di dimensi lain dan bertemu jin sepertimu ini?" Lagi-lagi dia tersenyum, senyumnya manis.
"Bodoh juga haha. Aku manusia, yang mati jiwaku" Aku terdiam, tak tau harus merespon apa. Kalimat sederhana itu mampu menceritakan semuanya. Mampu menjadi alasan mengapa ia berdiam diri pada ruang gelap ini.
Kami saling terdiam untuk beberapa saat. Pikiranku melayang jauh entah kemana. Ku lirik sekilas, ia kembali dengan tatapan kosongnya, seperti sedang menyesali suatu hal.