Lihat ke Halaman Asli

Kekerasan Terhadap PRT Harus Dihentikan

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Banyaknya kebutuhan-kebutuhan pokok membuat semua orang berusaha keras untuk memenuhinya, mulai dari membuka usaha sendiri, bekerja di suatu perusahaan hingga bekerja dengan menyalurkan jasa sebagai pembantu rumah tangga.

Nasib malang menimpa Anis dan teman-temannhya yang bekerja sebagai PRT di Medan. Bekerja sebagai PRT menyebabkan mereka berharap akan kehidupan yang lebih baik, namun harapan tersebut telah sirna. Bukan mendapatkan keuntungan (gaji dan perlakuan baik) namun malah mendapatkan buntung alias penganiayaan yang dilakukan oleh majikannya.

Mereka bekerja sebagai PRT kerap mendapatkan pukulan dan kekerasan lainnya yang dilakukan oleh majikannya. Penganiayaan kerap diterima ketika mereka melakukan kesalahan yang sedikit dan hanya masalah sepele. Bahkan kerap penganiayaan yang dilakukan tanpa alasan yang cukup jelas.

Bukan hanya penganiayaan yang dilakukan oleh Sri, akan tetapi kekerasan seksual juga beberapa kali dilakukan oleh majikannya tersebut. Ia mengalami penganiayaan hingga menyebabkannya meninggal dunia. Tidak hanya Sri akan tetapi beberapa rekan kerja PRT Anis juga meninggal dunia akibat penganiayaan yang dialami oleh majikannya tersebut.

Perlakuan penganiayaan tersebut dilakukan oleh keluarga majikannya yaitu Syamsul Anwar dan istrinya bernama Radika, anaknya mereka yakni M Tariq, dan keponakannya bernama Jakir.

Kekerasan serupa terjadi di Perumahan Agung Indah 1, Sunter Agung, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Asih, Resti dan Yeni yang bekerja sebagai PRT, juga mendapatkan penganiayaan olehe majikannya Punam. Mereka kerap dipukul ditendang dan disiksa oleh majikannya tersebut. Tidak hanya mendapatkan penganiayaan, mereka bahkan tidak digaji oleh majikannya tersebut (Baca http://news.okezone.com/ dan http://sumutpos.co/).

Manusia memiliki kebutuhan yang mendorong pada suatu tindakan atau menghambat tindakan tersebut. Dalam pemenuhan kebutuhan tersebut terdapat dinamika yang berbentuk interaksi antara kekuatan-kekuatan psikis yang ada pada diri manusia, yaitu instink dan pertahanan (Prochaska, 1984). Pada prinsipnya manusia memiliki instink untuk mempertahankan dirinya. Instink ini menjadi sumber energi psikis dalam mengarahkan tindakannya memenuhi keinginan dan kebutuhan. Kecemasan neurotik (neurotic anxiety) merupakan kecemasan karena khawatir tidak mampu mengatasi atau menekan keinginan-keinginan primitifnya (Latipun, 2011).

Sri merupakan salah satu dari PRT yang mengalami penganiayaan hingga meninggal. Tidak hanya mengalami penganiayaan ironinya ketika berada di rumah tersangka, Sri beberapa kali mengalami kekerasan seksual. Dari perlakuan yang dialami oleh Sri, dapat diketahui bahwa sri merupakan korban dari pelampiasan keinginan primitif yang berupa hasrat seksual. Instink seksual menyebabkan tersangka melampiaskan hasrat seksualnya, disini dapat diketahui bahwa Sri berparas sangat cantik yang dapat memunculkan instink seksual tersangka.

Menurut Bandura perilaku dapat terbentuk melalui observassi model secara langsung yang disebut imitasi dan melalui pengamatan tidak langsung yang disebut vicarious conditioning. Perilaku mencontoh dapat terjadi dengan mencontoh lingkungannya. Baik perilaku mencontoh langsung (modeling) maupun mencontoh tidak langsung (vicarious) dapat menjadi kuat jika mendapatkan ganjaran. Perilaku individu terbentuk karena berinteraksi dengan lingkungannya (Latipun, 2011).

Berdasarkan kekerasan PRT yang terjadi di Medan, Mapolresta Medan menetapkan tujuh tersangka. Empat dari tujuh tersangka masih satu keluarga, yaitu Syamsul Anwar dan istrinya bernama Radika, anaknya mereka yakni M Tariq, dan keponakannya bernama Jakir. Dari sini dapat diketahui bahwa perilaku individu terbentuk karena berinteraksi dengan lingkungannya. Lingkungan yang paling mendasari dari kekerasan yang dilakukan merupakan lingkungan keluarga. Modeling terjadi karena adanya interaksi dengan lingkungan keluarganya.

Berdasarkan kasus kekerasan yang dialami PRT, maka perlu dilakukan konseling untuk tersangka maupun korban sendiri. Konseling (counseling) berasal dari kata counsel yang diambil dari bahasa latin yaitu Counselium, artinya “bersama-sama” atau “berbicara bersama-sama”. Arti “berbicara bersama-sama” dalam hal ini adalah pembicaraan konselor (counselor) dengan seorang atau beberapa klien (counselee). Dengan demikian counselium berarti “people coming together to gain an understanding of problem that beset them were evident”, demikian ditulis Baruthdan Robins (1987:2 dalam latipun, 2011).

Dari pengertian konseling yang telah disebutkan, diketahui beberapa tujuan konseling. Salah satu tujuan konseling yaitu mengubah tingkah laku klien yang salah penyesuaian menjadi perilaku yang tepat penyesuaiannya. Perilaku-perilaku tersangka yang telah menyimpang dari nilai moral dan hukum yang ada di Indonesia perlu diubah menjadi sesuai dengan nilai moral dan hukum yang ada.

Sedangkan untuk korban dari kekerasan yang dilakukan oleh majikannya tersebut mendapatkan tekanan-tekanan yang diperoleh dari majikannya sehingga memiliki kemungkinan besar mengalami stres hingga depresi untuk itu perlu dilakukannya konseling dengan tujuan mencegah munculnya masalah.mencegah munculnya masalah disini mengandung tiga pengertian yaitu (1) mencegah jangan sampai mengalami masalah dikemudian hari, (2) mencegah jangan sampai masalah yang dialami bertambah berat atau berkepanjangan, (3) mencegah jangan sampai masalah yang dihadapi berakibat gangguan yang menetap (Notosoedirjo dan Latipun, 1999 dalam Latipun, 2011).

Adapun tahapan yang bisa digunakan untuk konseling pada kasus kekerasan terhadap PRT tersebut adalah dengan menggunakan konseling ekletik. Carkhuff sebagai salah seorang ahli pada pendekatan ekletik ini mengemukakan model konseling sistematik yaitu tahapan konseling disusun menjadi enam tahapan yaitu (dalam Latipun, 2011):

1.Tahap Eksplorasi Masalah

2.Tahap Perumusan Masalah

Masalah-masalah klien baik afeksi, kognisi, maupun tingkah laku harus diperhatikan oleh konselor. Kemudian merumuskan dan membuat kesepakatan masalah apa yang sedang dihadapi

3.Tahan Identifikasi Alternatif

Konselor bersama klien mengidentifikasi alternatif-alternatif pemecahan masalah dari perumusan masalah yang telah disepakati

4.Tahap Perencanaan (menyusunrencana tindakan)

5.Tahap Tindakan atau Komitmen (operasionalisasi rencana yang disusun)

Konselor perlu mendorong klien untuk berkemauan melaksanakan rencana-rencana itu

6.Tahap Penilaian dan Umpan Balik

Konselor dan klien perlu mendapatkan umpan balik dan penilaian tentang keberhasilannya

Sebelum pelaksanaan tahapan konseling, maka diperlukan strategi konseling itu sendiri. Adapun strategi yang digunakan dalam konseling tersebut adalah(dalam Latipun, 2011):

1.Hubungan Konselor dan Klien

Untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya, konseling ekletik memandang penting adanya hubungan positif antara konselor dengan klien

2.Interview

Ekletik memandang interview sebagai strategi untuk membangun hubungan atau menciptakan struktur hubungan

3.Asesmen (meramalkan gaya hidup, pandangan, kesehatan mental klien, dsb)

Asesmen berguna untuk mengidentifikasi alternatif dan mengembangkan alternatif itu secara realistik, merencanakan tindakan, dan membantu klien meningkatkan potensinya

4.Perubahan Ide

Ekletik memandang bahwa alternatif pemecahan dilaksanakan dengan sangat fleksibel. Jika alternatifyang semula tidak fleksibel, maka pemecahan masalah dapat diganti dengan cara-cara lain yang lebih fleksibel

Bersadarkan uraian diatas, maka tersangka dan korban perlu melakukan konseling. Disini dapat disimpulkan bahwa konseling sangatlah penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena selain dapat membantu menyelesaikan masalah, konseling juga berupaya mencegah terjadinya masalah yang akan terjadi. Tidak hanya itu, proses konseling juga mampu membantu klien untuk meingkatkan keterampilan serta potensi yang dimiliki oleh klien.

Dari kasus-kasus kekerasan terhadap PRT, maka dapat diketahui bahwa peraturan di Indonesia perlu ditingkatkan lagi. Baik hukuman tentang kekerasan itu sendiri maupun sanksi tegas bagi tersangka kekerasan terhadap PRT agar kejadian serupa tidak terjadi lagi. Selain itu perlu adaya upaya program preventif (kegiatan-kegiatan dalam mencegah agar tidak terjadi masalah) dan kuratif (penanganan akibat masalah yang terjadi).

Daftar Pustaka:

Latipun. 2011. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press

http://news.okezone.com/read/2014/12/21/340/1082091/majikan-pembunuh-prt-harus-dihukum-berat diunduh pada tanggal 20 Desember 2014

http://news.okezone.com/read/2014/12/20/338/1081840/penyiksa-prt-di-priok-terancam-lima-tahun-buidiunduh pada tanggal 20 Desember 2014

http://news.okezone.com/read/2014/12/19/338/1081332/kronologi-prt-lolos-dari-siksaan-majikan-di-tanjung-priokdiunduh pada tanggal 19 Desember 2014

http://news.okezone.com/read/2014/12/19/338/1081306/tiga-prt-disiksa-di-tanjung-priokdiunduh pada tanggal 19 Desember 2014

http://sumutpos.co/2014/11/92146/syamsul-istri-dan-anak-jadi-tersangka diunduh pada tanggal 29 November 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline