Lihat ke Halaman Asli

People Centered Development: Menuju Suatu Kerangka Pemikiran yang sebagai Alternatif

Diperbarui: 29 Juli 2016   16:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mari kita redamkan dulu mengenai fenomena akhir-akhir ini yang menguras tentang dimensi aktifitas di semua lapisan masyrakat yang mengenai masalah sengketa politik dan masalah politik lainya yang berlangsung di Maluku utara. Terlepas dari itu semua dalam penulisan ini mencoba untuk menyuguhkan dalam sebuah tulisan mengenai alternatif kerangka pemikiran tentang masyarakat sebagai inti dari sektor pembangunan.

Keberadaan paradigma demikian (people centered development), sering menghadapi sejumlah kejadian yang membatasi implementasinya. Hal ini sebagai suatu refleksi dari pembangunan yang melekat dan tidak hanya kepada sistem nilai individu dan struktur kelembagaan, tetapi juga keberadaan kerangka teoritis dan metodologi yang mendominasi identifikasi masalah dan proses pencarian pemecahan masalah baik di tingkat individual maupun lembaga. Penerimaan tentang managemen krisis berusaha untuk menghadapi model pembangunan ekonomi ortodoks dan klasik yang tidak berhasil dalam menerapkan politik ekonomi dunia. kebanyakan para pemimpin dari masyarakat terus berusaha tidak hanya kepada pemikiran dan instrumen yang sudah ada – namun, terkadang suatu pemikiran yang telah muncul di masa lalu dan mati di era berikutnya. Dalam tulisan ini akan bisa membantu menjelaskan mengapa usaha terbaik sering hanya memperburuk masalah yang dihadapi, padahal upaya tersebut merupakan langkah mencari jalan keluar atau solusi yang tepat.

Ada beberapa alasan untuk menyakini bahwa paradigma demikian saat ini muncul dari suatu proses global mengenai perubahan sosial secara integral dan berlangsung bersamaan. Dominasi logis dari paradigma ini adalah menyeimbangkan ekologi manusia dan dengan menciptakan kreativitas, sedangkan tujuan dominannya adalah pertumbuhan manusia yang merupakan terminologi dari potensi manusia. Sebagaimana secara khusus oleh Guy Gran, ditandai dengan peran individu tidak sebagai subyek, tetapi sebagai aktor yang merumuskan tujuannya sendiri, mengendalikan sumber daya sendiri, dan langsung mengikuti prosesnya sehingga mempengaruhi kehidupanya. People centered development menempatkan substansi nilai pada inisiatif lokal dan menyandarkan adanya perbedaan. Jadi berkembangnya model ini harus didukung oleh sistem organisasi yang menguntungkan dalam lingkungan organisasi tersebut dan juga menimbulkan kepercayaan masyarakat.

Suatu pemahaman mengenai perbedaan antara pusat manusia (peoplecentered) dan pembangunan pada pusat produksi adalah pada esensinya tentang pilihan mengenai rekayasa sosial yang tepat sesuai dengan tujuan yang dicanangkan sebelumnya, sejak dari metodologi perencanaan dan bentuk organisasi yang netral dan condong kepada maksud atau nilai yang dituju. Rekayasa sosial dari pembangunan yang berpusat pada produksi, contohnya, adalah bentuk sistem komando di dalam organisasi, bebas nilai dari metode analisis kebijakan, metodologi penelitian sosial yang didasarkan atas prinsip ilmu pengetahuan alam, fungsi di dalam sistem produksi, dan alat analisis yang manusia sebagai bagian eksternal dan internal dari lingkungan.

Rekayasa sosial mengenai “people centered development” terkadang berada di dalam arus yang berlawanan. Cirinya berbentuk organisasi itu sendiri yang secara ringkas diperankan oleh individu di dalam proses pengambilan keputusan dan sering disebut sebagai aplikasi dari nilai kemanusiaan dalam pembuatan kebijakan. Hal tersebut memerlukan proses pengembangan pengetahuan yang di dasarkan atas konsep dan metode pembelajaran sosial (social learning). Secara teritorial dari perspektif fungsional didominasi oleh perencanaan dan pengelolaan dari sistem pusat produksi. Dengan menggunakan kerangka ekologi manusia di dalam menganalisis pilihan produksi dan keadaan produksi tidak hanya menempatkan individu dan lingkungan sebagai bagian eksternal, tetapi juga menjadikan individu dan lingkungan sebagai dasar dari proses analisis.

Suatu tantangan penting di dalam people centered development adalah reorientasi mengenai pengembangan birokrasi total dari pemerintahan untuk menjadi suatu organisasi efisien dan dapat memperkuat kemanusiaan termasuk anggota organisasi dan warga masyarakat yang menjadi layanannya. Organisasi demikian secara sederhana dapat dibangun di sekitar lingkungan kelompok primer, yang fungsinya sebagai team guna seting dan bertemu untuk merumuskan tujuan lokal dan bergabung tidak hanya di dalam lingkup birokrasi yang ada, tetapi juga secara terus menerus terlibat di dalam jaringan hubungan informal. Mereka mempunyai peranan penting di dalam hubungannya dengan komunitas itu sendiri, tetapi harus berhati-hati dalam membahas dan mendefinisikannya. Untuk itu harus mendefinisikan mereka dalam kerangka jangka panjang melalui saluran sumber daya ekstenal guna memobilisasi masyarakat desa sebagai kliennya daripada memberikan kontribusi di dalam pembangunan sebagai anggota masyarakat (warga negara).

Tujuan dari membangun kekuatan untuk “people centered development” adalah memberikan layanan terbaik melalui tindakan untuk mempercepat munculnya kreativitas baru, daripada melalui konflik politik untuk menghilangkan sesuatu yang sudah lama ada. Proses persiapannya adalah berlangsung lama melalui kegiatan kolektif dari kreasi manusia yang dimulai dari tidak mempunyai visi organisatoris, tidak ada pemimpin, tidak anggaran, tidak mengenal batas negara, melampaui ideologi tradisional dan kepentingan politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline