Lihat ke Halaman Asli

Loe... Gue.. End!!!

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aminah memang gadis cantik, apalagi suara Aminah terkenal sangat merdu saat dia membawakan lagu nasyid atau saat dia membaca Al-Quran dengan lantunan tilawahnya. Dia juga sering memenangkan lomba MTQ sampai tingkat provinsi bahkan tingkat Nasional di Kal-Sel kemarin. Oleh sebab itu, Aminah menjadi buah bibir para ikhwan santri, siswa maupun mahasiswa. Semuanya memang menaruh hati kepada gadis yang satu ini.

Bukan hanya itu, Aminah pun merupakan santriwati cerdas di pesantren Az-Zain. Sosok Aminah menjadi selebriti PonPes itu, tetapi selalu saja Aminah menanggapi semua itu biasa. Banyak ikhwan yang mencari-cari nomor HPnya, tetapi ketika mereka dapat nomornya, dan mencoba nelpon atau sms. Aminah selalu tidak hiraukan. Statusnya di facebook pun sangat banyak yang menyukai. Namun sampai pada waktu itu tak seorang ikhwan pun yang mampu mendekatinya, apalagi untuk menjadi pacar atau kakak angkatnya. Memang, pada saat itu, tren yang ada di pesantren itu adalah kaka angkat atau ade angkat. Yang artinya menganggap seseorang yang ga ada hubungan kekeluargaan berstatus seperti kakak atau adik kandungnya. Cara lain mereka dalam mengistilahkan pacaran.

Bagi teman-temannya Aminah, sikap Aminah tersebut bukan sikap yang menunjukkan bahwa Aminah menjaga diri dari pergaulan bebas ala pesantren yang “malu-malu kucingan” saat pacaran. Tetapi malah karena Aminah ingin menunjukkan bahwa semua anak santri yang ingin mendekatinya itu tidak selevel dengannya. Aminah tidak puas dengan semua ikhwan yang pernah mengungkapkan perasaan kepadanya. Itulah kenapa Aminah cuek dan angkuh kepada mereka.

Sampai pada suatu hari, ada santri baru dari Jakarta yang masuk ke PonPes Az-Zain, konon dari mulut ke mulut teman-temannya, sang santri sangat ganteng, pindahan dari pesantren modern dari Jakarta. Namanya Zaid Fatih Akbar, dipanggil Zayed. Awalnya Aminah  tetap cuek dengan kabar itu. Tetapi ustadz-ustadz di kelas tadi juga membicarakan kedatangan santri baru dari Jakarta itu. Aminah merasa terusik dengan kehadiran Zayed, Aminah merasa repotasinya sedikit tersaingi oleh kedatangan Zayed.

Jumat yang merupakan hari libur bagi pesantren, kali ini disibukkan dengan kegiatan osis gabungan baik dari santri maupun santri wati. Aminah sebagai ketua osis putri sudah mengetahui bakal ada penambahan anggota dari osis putra. Dan dialah Zayed.

Zayed memperkenalkan nama dan identitasnya di depan seluruh anggota yang hadir. Yang membuat semua terkesima waktu itu yaitu Zayed berbicara dengan bahasa Arab, Inggris dan sedikit bahasa Jepang. Lancar dan Fashih. Sangat memukau. Hanya sedikit yang bisa dipahami santri maupun santri wati yang hadir. Tetapi mereka hanya mangut-mangut seakan paham. Di akhir pidatonya, Zayed memberitahukan rencana baiknya, dia ingin menciptakan lingkungan 3 bahasa di pesantren ini, Arab, Inggris dan Jepang, ucapnya.

Selepas acara, Aminah tak mampu bersikap apa-apa selain hanya diam dan berusaha untuk tetap biasa. Rupanya dia memikirkan santri yang bernama Zayed itu. Untuk pertama kalinya dia merasa galau. Dia benci adanya Zayed tetapi juga mengaguminya, bahkan menyukainya. Aminah merasa lelaki seperti Zayedlah yang selama ini diinginkannya.

Di tempat lain, Zayed sudah mengenal Aminah dari teman-temannya. Mereka suka bercerita tentang Aminah yang katanya cuek, angkuh dan ga mudah tergoda dengan kegombalan lelaki. Zayed menjadi penasaran dengan Aminah, apalagi dia kasihan terhadap korban-korban cinta Aminah dari teman-temannya sendiri. Zayed mulai berpikir sesuatu.

Hape Aminah bergetar tanpa suara, pesan baru dari nomor yang tak dikenal. wa alaamatul hubb katsratu dzikrihi, ana musytaaq ilaik.. liannanii uhibbuk…”

Zayed

Aminah membacanya dengan hati yang berdebar, tetapi Aminah dengan cepat mengembalikan rasionya, mungkin saja seseorang mengerjainya. Aminah tidak menggubris sms itu.

Malam berikutnya, sms dari nomor yang sama masuk lagi. “love me or hate me but don’t disregard me, it’s mean that I am nothing for u..”

Aminah galau menerima sms itu, dia lebih mempertahankan rasa gengsinya untuk tidak membalas sms itu. Tapi kurang darijam tiga subuh, Hp Aminah berdering, Aminah mengangkat walau dia tahu itu nomor yang mengaku dari Zayed.

“Uda tahajud?”

Aminah menjawab “nggak, lagi haid.”

“oh, maaf deh kalo gt, boleh ngobrol?”

“tentang?”

“Aku ingin menjadi pacarmu.”

Aminah terdiam lama, dia mengatur nafasnya, jantungnya naik turun.

“kenapa?”

terucap dari mulut Aminah.

“Karena kau berbeda.”

“Dari mana kamu melihat semua itu?”

“Aku mengenalmu sebelum aku masuk ponpes ini, jadi mau nggak?”

emosi yang menguasai Aminah membuatnya dengan lirih menjawab

“ok, kita pacaran”

*****

Hari-hari berikutnya, seisi ponpes baik santri, santri wati maupun ustadz dan ustadzah mengetahui hubungan Aminah dan Zayed. Banyak yang marah di antaranya dari ustadz-ustadz karena Aminah seorang ketua osis puteri berani-berani pacaran, tetapi mereka tidak memiliki bukti yang jelas tentang hal itu, yang ada hanyalah isu dan gosip yang tidak bisa dibuktikan.

Beberapa kali Zayed dan Aminah pergi berdua, mereka sudah memiliki jalan dan cara rahasia melakukannya. Tetapi sejauh itu mereka tetap tidak berani berbuat lebih. Bahkan hanya untuk duduk berdekatan. Zayed tetap menjaga Aminah layaknya adiknya sendiri. Mereka biasanya pergi ke bioskop di kota. “Walaupun seperti itu, tetap saja dosa. Yang namanya pacaran ga ada yang halal kecuali sehabis nikah.” Komentar teman Aminah ketika dia mendengar pengakuan Aminah.

Baru kali ini Aminah merasakan betapa menyenangkannya pacaran itu, diperhatikan dan merasa disayangi. Aminah makin pamer dengan teman-temannya karena berhasil menggaet lelaki sempurna seperti Zayed. Sesekali temannya mengingatkan Aminah untuk berhenti pacaran. Aminah sempat marah dengan umpatan teman-temannya mengenainya “seperti ayam lepas kurungan.” Aminah singkat menjawab “toh, prestasiku tetap seperti dulu.” Aminah menyadari semua yang dia lakukan itu salah dan dosa, tapi dia terlanjur sayang dengan Zayed, dia takut kehilangan Zayed. Karena Zayed lelaki sempurna dalam pandangannya.

Sampai pada suatu hari,  Zahra seorang gadis yang sangat cantik, adik kelas Aminah datang ke kelas Aminah, dengan mimik yang menyatakan ada masalah.

“Ka Mina, masih pacaran dengan Zayed atau udah putus?”

Aminah heran dengan pertanyaan Zahra.

“emang kenapa?”

“Tadi malam, ka Zayed nembak aku, dia bilang dia suka sama aku. Trus, katanya dia udah putusan sama kakak.”

Seketika itu juga berdesir darah Aminah, namun masih bisa dia tahan amarahnya. Ingin rasanya ia tampar wajah Zahra saat itu juga.

“Aku ga percaya Ra, aku dan Zayed itu saling mencintai sampai mati, jangan kamu kira aku bisa terpengaruh dengan cerita murahanmu itu.”

“Astagfirullah, kak, sama sekali aku ga ada niat merusak hubungan kakak, aku kecewa kakak berkata seperti itu, padahal niatku hanya ingin kakak membuka mata tentang Zayed. Dia ga sebaik dan sesempurna yang kakak kira. Aku biasa saja saat Zayed nembak aku, karena aku sudah tahu belangnya sebenarnya. Zayed itu tukang gombalin teman-temanku. Di antara mereka ada yang sadar ada juga yang tertipu. Makanya aku sudah mengingatkan teman-teman untuk berhati-hati dengan Zayed.”

Darah Aminah mendesir panas, emosinya naik. Tetapi dia tetap diam dan menunduk.

“Kalau kakak ga percaya, baca aja sms-sms Zayed ini.”

Aminah menyambut hape Zahra dari tangannya, dibacanya satu persatu sms dari Zayed itu. Nomornya memang nomor Zayed. Aminah tidak bisa menahan air matanya lagi. Aminah galau, geram, sesak dan pusing. Untung dia masih tetap sadar.

Malam hari Aminah mengirim sms ke Zayed “dasar BUAYA!!!” Dengan cepat Zayed membalas “ada ap syg, bikin aku gugup aja…”

“Kamu tu emang buaya yed, tega…aku ga pernah nemui orang yang sebusuk dirimu”

“Apa masalahmu?” Zayed mulai emosi dengan kata-kata Aminah.

“pikir sendiri, Buaya!!!”

Dengan simple Zayed membalas sms Aminah.

“ywdah, loe, gue end!! Beres kannn.”

Setelah itu, komunikasi mereka terputus, Aminah benar-benar frustasi, dia kehilangan semangat. Aminah tersadar segala hal di sekitarnya telah berubah banyak terhadapnya. Dahulu dia begitu menjadi bintang di ponpes ini. Namun sekarang semua mengabaikannya.

Pesan Moral Cerpen Ini:
Segala sesuatu tidak selamanya bisa kita pertahankan. Ada istilah “Seleksi Alam”. Semakin tinggi kita, semakin menjadi sorotan. Dan alam akan mengeleminasi kita saat kita jatuh karena suatu kesalahan. So, berhati-hatilah dalam mengambil keputusan, karena  hidupmu sebenarnya bergantung dalam ketegasanmu. Dan kesombongan hanya membuat orang lebih gencar menjatuhkanmu
.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline