Lihat ke Halaman Asli

Rosul Jaya Raya

Pasca Sarjana

Paskibra

Diperbarui: 31 Agustus 2024   23:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

patrolipost.com

1

Mata Tolik berkilat-kilat menatap mereka yang berpakaian elok dan serasi; rancak menggerakkan tangan dan kaki serempak; serta cantik-cantik dan tampan-tampan. Ingin sekali bocah tanggung yang mulutnya menganga, berpakaian compang-camping tanpa alas kaki itu, melihat lebih dekat. 

Tentu saja tak akan mungkin. Satpam berwajah ngantuk yang menjaga gerbang itu akan mengusirnya. 

Tolik ingin suatu hari bisa seperti mereka. Berpakaian rapi: seragam putih, berpeci hitam, bersarung tangan putih, bersampir merah, dan bersepatu hitam. Bergerak serentak: tangan yang diangkat ke depan lalu diturunkan mengayun-ayun, kaki yang berderap dengan langkah-langkah kompak, tatapan mata tajam dan lurus ke depan, kepala dan badan tegak. 

Tadi, sebelum sampai di depan pagar tembok yang celah-celahnya bisa meloloskan mata Tolik memandang ke dalam, Tolik mencuri dengar para tukang ojek berbincang-bincang di pangkalan, di depan sepiring pisang goreng baru matang yang aroma sedapnya berdansa-dansa. Kata golongan itu, sekaranglah 17 Agustus. 

Tolik menguras otaknya. Mencerna maksud pria-pria ojek itu. Tapi, sekejap saja. Dia tak mengambil premis apapun dari hasil berpikir, karena perutnya melilit-lilit. Pisang goreng yang kriuk-kriuk itu menggodanya. Kemudian, Tolik berdiri di depan para tukang ojek. Dia menengadahkan tangan. Dengan jujur bilang: 

"Om, minta makanannya Om. Tolik lapar." Dia mengiba. 

Para tukang ojek itu prihatin. Seorang di antara mereka, bernama Durtom, menyarankan pada mereka agar memberi dua atau tiga pisang goreng pada bocah kecil yang ingusnya sedikit mengintip dari lubang hidungnya. Dua pisang goreng dikasih ke bocah itu. Dia tersenyum. Deretan gigi kuningnya bersilau diterpa sinar matahari kota yang panas. 

Bendera itu dihormati, lalu dinaikkan pada tiang. Tolik ingat bendera yang teronggok sebagai alas tidur di gerobak bapaknya---gerobak itu rumah keduanya---persis dengan bendera yang berkibar-kibar diterpa angin itu. Tapi, bendera merah putih di gerobak bapaknya bentuknya lebih besar. Tolik tak tahu kalau bendera itu diporeloh dari mencuri. Merdeka! Seharusnya kedua manusia tak berumah itu lebih terhormat daripada lambang tak bernyawa itu! 

2

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline