Lihat ke Halaman Asli

Rosul Jaya Raya

Mahasiswa STAI Syaichona Moh. Cholil Bangkalan

Hasil Telaah Saya, Mengarang Cerpen ala Yasunari Kawabata

Diperbarui: 31 Juli 2024   00:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

LiveJournal

Ketika saya sekadar membaca beberapa cerpen Yasunari Kawabata, tanpa menghayati keindahannya, maka saya sekonyong-konyong berpikir kalau sastra Yasunari berbelit-belit melukiskan kondisi alam, jarang ada hentakan yang mengejutkan, dan ending biasanya menggantung, membuka episode baru ala-ala sinetron. 

 Saat itu saya belum mengerti di mana letak keindahannya, lalu saya membaca beberapa ulasan tentang karya Yasunari dan membeli dua bukunya: (1) Yukiguna versi bahasa Indonesia yang diterjemah menjadi Daerah Salju oleh Matsuoka Kunio dan Ajip Rosidi pada cetakan Yukiguni ke-94, (2) Beauty & Sadness yang diterjemah oleh Zulkarnaen Ishak. Berharap dapat menemukan di mana keindahan karyanya sehingga menghantarkannya penerima Nobel Sastra dari Jepang yang pertama pada tahun 1968. 

 Sebenarnya sudah hampir dua minggu saya berpikir untuk menuliskan hasil telaah ini, dari membaca gaya narasi Yasunari, yang belakangan baru saya sadari letak keindahannya. Saya bukan kritikus sastra, sehingga yang saya tuliskan sekadar hasil telaah saya saja---masa bodo ketika saya dikatakan sok tahu terutama oleh para penggemar Yasunari. Saya ingin membagi dari hasil telaah ini bagaimana cara saya mempraktikkan narasi Yasunari ketika saya membuat cerpen dari telaah saya melalui cerpen-cerpennya atau novelnya.

Yasunari Menulis Seperti Melukis

 Sebelum keluar menjadi penulis Yasunari kecil bercita-cita menjadi pelukis. Oleh karenanya karya Yasunari lekat dengan nuansa pelukisan alam atau psikologis manusia. Tetapi pelukisan alam dalam karya Yasunari bukan tanpa maksud, melainkan refleksi dari psikologis manusia. Seperti ini contoh yang saya terapkan dalam cerpen: 

 Saban harinya matahari dan rembulan berekspresi tak berubah (pucat). Belakangan hujan deras sering terjadi dengan petir meradang-radang. Dunia ini sama dengan dunia Bendi. 

 Untuk menyatakan kondisi teramat sedih Bendi tak perlu menarasikan reaksi fisik dari Bendi, tetapi cukup dengan melukiskan alam yang bernuansa sedih---bagitu Yasunari biasanya bernarasi. Dalam contoh ini matahari dan rembulan pucat serta hujan deras dengan petir meradang-radang, merefleksikan kondisi teramat sedih Bendi. Lebih lengkapnya dapat dibaca di sini: https://www.kompasiana.com/rosulsanjaya6114/66a11ebcc925c44c952edf12/cerpen-sela-bintan?page=4&page_images=1    

 Para kritikus juga mengatakan kalau Yasunari adalah sastrawan yang berpindah dari aliran kepenulisan naturalis menjadi impresionis. Dalam contoh di atas merupakan contoh dari impresionis. Contoh di atas tidak mewakili narasi bercerita Yasunari, tetapi sekadar mewakili dalam hal bentuk pelukisan alam saja.  

 Namun, karena Yasunari menonjolkan aspek pelukisan dalam karya-karyanya maka tidak banyak menyajikan cerita hentakan yang tak terduga-duga dan sedikit menyodorkan beban moral. Karya-karya Yasunari akan membuat pembaca mengalir sampai ketika sudah mencapai konflik lalu pembaca semakin dibuat penasaran dengan seperti apa penyelesaian konflik tersebut? Di situlah Yasunari mengakhiri cerita, dan menyerahkan sepenuhnya penyelesaian cerita pada pembaca, artinya dengan ending yang menggantung. 

  Terkadang, karya Yasunari tampak sederhana. Tetapi meski begitu kesan yang terjadi setelah selesai membacanya tidak selalu sederhana. Sensasi membaca Yasunari adalah pembaca akan merasakan merasuk dalam alam yang dibuat Yasunari, karena Yasunari mendeskripsikan latar secara detail. Ini terjadi sebab Yasunari menulis berdasarkan hasil pengalamannya sendiri seperti karyanya Penari Izu dan lain-lain.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline