"Nothing makes a woman more beautiful than the belief that she is beautiful" -Sophia Loren
Apa yang terbayang dalam benak kalian ketika mendengar kata "cantik"? Mungkin yang terlintas dalam benak adalah putih, langsing, tinggi, paripurna tanpa cacat, atau, mungkin sebaliknya?
Sebelum revolusi industri, perempuan tidak memiliki pemikiran yang sama mengenai " kecantikan", kemudian pada tahun 1830 teknologi baru pertama kali mereproduksi daguerreotypes, tintypes, dan gambar rotograuve menampilkan bagaimana penampilan perempuan cantik.
Pada tahun 1840, foto-foto telanjang pelacur pertama kali diambil dan iklan yang menggunakan gambar "cantik" pun mulai bermunculan pada pertengahan abad. (Dilansir dari buku The Beauty Myth karya Naomi Wolf)
Mulai saat itulah stereotip baru mengenai "kecantikan" seolah-olah dipukul rata dan mulai terbentuk di kalangan social. Perempuan yang sebelumnya tidak pernah mempermasalahkan bentuk tubuh, wajah, dan warna mereka lambat laun mulai cemas dan kebebasan atas penampilan fisiknya sedikit-sedikit dirampas oleh standard 'cantik' ini.
Kenapa Kita Harus Merekonstruksi Stereotip ini ?
Berbagai trend kecantikan terus berganti, dulu bentuk tubuh gitar spanyol ala kylie jenner, dan yang sekarang trend: V shape yang membikin wajah jadi tirus.
Akibatnya kita perempuan, berusaha dengan berbagai cara agar dapat mencapai standad baru yang menggambarkan unrealistic beauty ini, bahkan dengan cara-cara instant yang tidak aman.
Stereotip ini semakin lama semakin berpengaruh, and guess what? Industry kosmetik, makanan (diet food), dan bedah palstik, meraup keuntungan yang fantastis.
Ironisnya, di sisi lain, tak terhitung wanita yang menjadi korban beauty standard ini, contohnya, Maya Spencer Berkeley, sebelum menjadi model, ia mengalami beauty bullying hingga sempat depresi karena penyakit kulit Epidermolysis Bullosa yang dideritanya.