Lihat ke Halaman Asli

Rossa Saniya

Knowledge

Puisi | Tuhan Bersajak

Diperbarui: 25 November 2019   19:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sudah ratusan kali Kutitahkan nona berangkat lewat gunung itu, bukan? sudah Kukatakan Aku pasti menjagamu disetiap liku-likunya, terjalnya, bahkan sampai tiba di akhir pendakian, Aku masih menyertaimu. Tapi nona layaknya seorang dungu, memilih jalan pintas, jalan setapak dengan bilik-bilik hitam , yang pintunya-pintu sorga bagi para lanang yang jenuh dengan cinta. Lebih mudah dilalui memang, tapi nona sendiri tahu bukan? ada jurang dihilirnya.

Kemudian nona berdalih saat mereka menyebutmu munafik.

Bunyinya begini: terpaksa. nasib. takdir.

Tapi bukankah nona sendiri yang memilih menggantungkan kalimat pengampunan di langit-langit bilik. Nona sendiri yang menyamarkan detikan jarum jam dengan nada-nada erotis semalam suntuk. Nona sendiri yang mengizinkan dinding-dinding menjadi saksi kaki-kaki yang berselisih.

Nona sendiri yang mengizinkan keparat-keparat itu selama bertahun-tahun, menjamah bibirmu, tengkukmu, gundukanmu, selangkamu, tungkaimu, tanpa takut Aku geram. Nona sendiri yang memilih jalan setapak, padahal sudah aku letakkan bingkisan di akhir pendakian.

Sudah jelas 'kan, nona?  bukan terpaksa, bukan nasib, bukan takdir. Nona sendiri dalangnya, nona yang bersukarela.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline