Lihat ke Halaman Asli

memperkuat integritas nasional dengan memanfaatkan generasi muda dan teknologi

Diperbarui: 19 Desember 2024   07:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Memperkuat Integrasi Nasional Dengan Memanfaatkan Generasi Muda dan Teknologi
 
Abstract
 
Integration is a process that has been going on since ancient times until now. This process has important continuities and has a significant impact on humans and society as a whole. This article aims to assess whether a sense of nationalism still exists in today's generation. The method used is a qualitative study based on literature studies with data collection from relevant journals with the title "Strengthening National Integration through National Generation and Technology in Citizenship Education Learning." From the results of this study, it can be concluded that the importance of the spirit of nationalism must still be strengthened in the nation's generations. The current era is marked by rapid technological progress throughout the world, so it is increasingly important to remind each other to keep the spirit of struggle high. If not, a national integration crisis could arise in Indonesia in the 21st century. Therefore, technology can be an effective tool in building strong integration in various fields through Citizenship Education (PKN) learning.
 
Keywords: National Integration, Technology, Young Generation.
Abstrak
 
Integrasi merupakan suatu proses yang telah berlangsung sejak zaman dahulu hingga saat ini. Proses ini memiliki kesinambungan yang penting dan berdampak signifikan pada manusia dan masyarakat secara keseluruhan. Tulisan ini bertujuan untuk menilai apakah rasa nasionalisme masih ada dalam diri generasi bangsa pada zaman sekarang. Metode yang digunakan adalah studi kualitatif berdasarkan studi literatur dengan pengumpulan data dari jurnal-jurnal yang relevan dengan judul "Memperkuat Integrasi Nasional Melalui Generasi Bangsa Dan Teknologi Dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan." Dari hasil kajian ini, dapat disimpulkan bahwa pentingnya semangat nasionalisme tetap harus diperkukuhkan dalam diri generasi bangsa. Zaman sekarang ditandai oleh kemajuan teknologi yang pesat di seluruh dunia, sehingga menjadi semakin penting untuk saling mengingatkan agar semangat perjuangan tetap tinggi. Jika tidak, dapat timbul krisis integrasi nasional di Indonesia pada abad ke-21 ini. Oleh karena itu, teknologi dapat menjadi alat yang efektif dalam membangun integrasi yang kuat dalam berbagai bidang melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKN).
 
Kata Kunci: Integrasi Nasional, Teknologi, Generasi Muda.
 
PENDAHULUAN
Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang kaya akan keberagaman, termasuk dalam hal kebiasaan, etnis, adat istiadat, dan agama berbagai pulau-pulunya. Namun, keberagaman ini sering kali dihadapkan pada tantangan dalam bentuk kebiasaan buruk dari berbagai daerah. Sebaliknya, keberagaman ini seharusnya menjadi sebuah kekayaan yang bisa diadaptasi dengan baik, tetapi sering kali pengaruh dari luar malah menggeser identitas bangsa kita. Hal ini mengakibatkan generasi muda kehilangan akar budaya dan identitasnya. Selain itu, Indonesia juga memiliki potensi konflik dan perpecahan akibat perbedaan yang ada. Keberagaman masyarakat Indonesia sebenarnya bisa menjadi modal untuk membangun bangsa yang kuat, terutama jika kita memegang erat semboyan kebersamaan yang kuat. Namun, untuk menyatukan masyarakat yang beragam ini, kita perlu memupuk sikap saling menghargai antarkebudayaan.
Generasi muda harus memiliki peran penting dalam memikirkan cara-cara mengembangkan rasa kepedulian dan persatuan melalui pemanfaatan teknologi (Apryanto, 2022). Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menjadi kunci dalam hal ini. TIK dapat diartikan sebagai alat atau media untuk menyimpan, mengambil, mengolah, mengirim, dan menerima data atau informasi dalam bentuk digital. 

Dalam hal sosial, teknologi ini memiliki dampak yang besar di setiap daerah di Indonesia. Oleh karena itu, penggunaan teknologi harus diarahkan pada membangun kepedulian dan persatuan antarbudaya.
Penggabungan kelompok sosial atau budaya yang beragam adalah kunci untuk membentuk identitas nasional suatu negara. Masalah integrasi nasional merupakan tantangan yang dihadapi oleh banyak negara, termasuk Indonesia sebagai negara berkembang. Sejak kemerdekaan hingga saat ini, Indonesia terus menghadapi sejumlah masalah, salah satunya adalah menyatukan penduduk yang memiliki latar belakang etnis yang berbeda. Dengan demikian, kita harus menghadapi kenyataan bahwa dalam proses pembangunan negara ini, konflik antar kelompok atau individu seringkali muncul. Masalah integrasi nasional di Indonesia harus diatasi bersama-sama. Integrasi nasional adalah konsep penting yang harus dipahami oleh semua warga negara.

Seperti yang dijelaskan oleh Widiatmaka (2016) manusia memiliki hak untuk mengingat atau melupakan peristiwa tertentu. Dengan menciptakan integrasi nasional yang kuat dan terstruktur, Indonesia sebagai negara berkembang dapat menjauhkan diri dari potensi konflik yang mungkin muncul akibat pengaruh asing atau tekanan dari luar. sal-usul Pancasila sebagai dasar negara dapat dilihat dari banyak nilai maupun faktor yang terkandung dalam bangsa Indonesia yadan ditinjau dari pandangan hidup bangsa indonesia. Hal ini yang menjadikan kedudukan pancasila sebagai dasar negara (Sari & Najicha, 2022). Pancasila, sebagai dasar negara yang bermakna apabila pancasila dapat menjadi pedoman dalam tingkah laku masyarakat, memiliki peran penting sebagai alat pemersatu dan sebagai cerminan berbagai budaya yang ada di Indonesia (Rizqullah & Najicha, 2022). Pancasila sebagai pedoman bangsa memiliki kedudukan tertinggi di Negara Indonesia (Tarigan & Najicha, 2022). Pentingnya Pancasila tak bisa dipisahkan dari berbagai perdebatan dan perhatian yang selalu mengelilinginya. sal-usul Pancasila sebagai dasar negara dapat dilihat dari berbagai faktor dan nilai-nilai yang terkandung dalam bangsa Indonesia yang kemudian ditinjau dari pandangan hidup bangsa indonesia. Pancasila merupakan komponen penting dalam kehidupan setiap warga negara yang berperan sebagai patokan atau arahan untuk menjalani kehidupan sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila atau sebagai warga negara yang bertanggung jawab (Hayqal & Najicha, 2023). Masih banyak kelompok masyarakat yang berharap agar Pancasila dapat diimplementasikan secara lebih luas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Berbagai isu strategis kembali mengemuka, yang menyoroti peran Pancasila dalam menjaga eksistensi negara ini.
Perjalanan panjang Indonesia, yang melibatkan gejolak, tantangan, dan isu-isu seputar integrasi nasional, akan terus menyertai kita seiring dengan perkembangan dan kemajuan negara ini. Generasi muda Indonesia memiliki peran penting dalam merumuskan, mengamalkan, dan memperjuangkan prinsip-prinsip Pancasila. Dalam hal ini, kita harus berhati-hati agar tidak tumbuhnya egoisme dan chauvinisme yang dapat mengancam keberagaman, yang pada akhirnya merupakan sebuah keniscayaan dalam kehidupan negara dan persoalan persatuan. Sejak pertama kali Islam masuk ke Nusantara, generasi muda, seperti yang terlihat pada gerakan Sumpah Pemuda, selalu memegang peran sentral dalam setiap perubahan sosial-politik di Indonesia. Namun, kita juga perlu mengakui bahwa persatuan sepenuhnya dalam arti sejati mungkin sulit dicapai, dan konflik antar sesama warga negara tidak selalu dapat dihindari. Oleh karena itu, merupakan hal penting bagi kita untuk memperkuat jiwa kebersamaan dengan menggalakkan kegiatan seperti gotong royong dan saling menghargai satu sama lain.
Seperti yang diungkapkan oleh Filosof Isaiah Berlin, dalam masyarakat yang beragam, lebih penting untuk memiliki saling pengertian daripada mencari kesamaan atau kesepakatan yang sulit dicapai. Pergeseran dari sikap gotong royong tradisional ke individualisme harus diperhatikan. Paper ini bertujuan untuk memberikan beragam sudut pandang mengenai integrasi nasional dalam era teknologi saat ini dan untuk membuka wawasan tentang bagaimana pandangan generasi muda terhadap masalah-masalah yang tengah dihadapi. Diharapkan artikel ini dapat menambah pengetahuan dan memberikan ide-ide yang bermanfaat, terutama bagi pembaca, khususnya mahasiswa.


METODE
Metode yang digunakan adalah studi kualitatif berdasarkan studi literatur dengan pengumpulan data dari jurnal-jurnal yang relevan dengan judul "Memperkuat Integrasi Nasional Melalui Generasi Bangsa dan Teknologi". Adapun
 
sumber-sumber yang didapatkan berasal dari berbagai referensi yang berasal dari buku, jurnal, maupun artikel. Data yang diperoleh tersebut kemudian dianalisis dan diolah oleh penulis untuk memperoleh penulisan dan kesimpulan yang tepat dan akurat.


HASIL DAN DISKUSI
Hasil
Howe dan Strauss dalam bukunya yang berjudul "Generations: The History of America's Future, 1584 to 2069," mengulas mengenai pola siklus generasi yang telah terjadi dalam sejarah Amerika, dengan rentang waktu yang dimulai sejak tahun 1584. Mereka kemudian melanjutkan penelitian ini dalam karya mereka yang berjudul "The Fourth Turning," yang diterbitkan pada tahun 1997. Selanjutnya, mereka mengembangkan teori ini dengan fokus pada empat jenis generasi yang berulang dan periode suasana (mood) yang juga berulang dalam sejarah Amerika. Konsep ini semakin meluas dalam berbagai publikasi mereka. Teori Generasi Howe dan Strauss menjadi perbincangan hangat dalam berbagai bidang penelitian setelah buku berjudul "Generational Theory" karya Graeme Codrington diterbitkan oleh Penguin pada tahun 2001. Codrington menjadikan hasil penelitian Neil Howe dan William Strauss sebagai dasar tesisnya dan mengaplikasikannya dalam konsep lima generasi dengan karakteristik khas pada masing-masing generasi.


Salah satu generasi yang dibahas dalam teori ini adalah Generasi Baby Boomers (1946-1964). Generasi ini lahir setelah berakhirnya Perang Dunia II dan dikenal sebagai generasi yang memiliki beban tanggung jawab besar. Walaupun demikian, mereka juga sering dianggap kurang toleran terhadap kritik. Generasi berikutnya adalah Generasi X (1965-1980), yang merupakan anak-anak dari Generasi Baby Boomers. Mereka mirip dengan generasi sebelumnya dalam hal disiplin dan kerja keras, namun terkadang sulit beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Generasi Y, atau yang lebih dikenal sebagai Generasi Milenial (1981-1994), adalah generasi yang pertama kali merasakan perkembangan teknologi seperti ponsel genggam, komputer, dan internet sejak awal diperkenalkan ke publik. Mereka dikenal sebagai generasi yang sangat tertarik pada teknologi, memiliki tingkat rasa ingin tahu yang tinggi, dan kreativitas yang mencolok. Namun, Generasi Y sering kali juga diidentifikasi dengan sifat ambisius dan ego yang kuat. Generasi Z (1995-2010) merupakan generasi yang tumbuh dalam era internet dan teknologi digital. Mereka sedang dalam proses mencari identitas dan ciri khasnya. Generasi ini memiliki kemampuan untuk multitasking yang tinggi, namun juga cenderung cepat putus asa. Sementara Generasi Alpha (2011-2025) adalah generasi yang tumbuh dalam era gadget. Kehidupan mereka selalu terhubung dengan perangkat gawai, yang memunculkan kekhawatiran bahwa mereka mungkin menjadi generasi yang kurang mandiri dan bertanggung jawab.


Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa setiap generasi memiliki karakteristiknya sendiri yang akan mempengaruhi cara mereka berinteraksi dalam masyarakat. Perilaku, preferensi, dan nilai-nilai generasi ini membentuk kepribadian mereka yang akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan seperti pekerjaan, agama, keluarga, peran gender, gaya hidup, dan partisipasi dalam masyarakat. Generasi milenial dan generasi-generasi yang mengikuti mereka memiliki potensi untuk membawa perubahan besar dalam hal Indonesia.


Pada tahun 1952, Mannheim sebenarnya telah memperkenalkan konsep tentang generasi, dan kemudian penelitian lebih lanjut mengenai konsep ini dilakukan oleh Howe dan Strauss, yang telah mengembangkannya menjadi teori yang relevan hingga saat ini. Mannheim mengklasifikasikan generasi berdasarkan beberapa faktor, termasuk lokasi, aktualisasi diri, dan unit. Dalam hal pengelompokan berdasarkan lokasi, Mannheim mengacu pada sekelompok individu yang berbagi pengalaman serupa dalam masyarakat dan sejarah, yang secara kronologis dikelompokkan berdasarkan tahun kelahiran mereka. Pengelompokan ini menciptakan kesamaan dalam pemikiran, keyakinan, nilai-nilai, perilaku, dan karakteristik tertentu di antara mereka. Selain itu, Mannheim juga menggolongkan generasi berdasarkan cara kelompok tersebut merespons perubahan sosial yang terjadi dan bagaimana perubahan tersebut membentuk kepribadian mereka.


Ciri-ciri yang membedakan setiap generasi digunakan untuk membentuk pola umum dalam berbagai aspek kehidupan, seperti sikap terhadap pekerjaan, perilaku sosial, orientasi politik, pola konsumsi, kualitas di lingkungan kerja, dan pandangan terhadap keluarga. Para ahli demografi, media, budaya populer, peneliti pasar, sosiolog, dan anggota dari generasi itu sendiri berkontribusi dalam mendefinisikan ciri-ciri, nilai-nilai, dan keyakinan yang dimiliki oleh generasi tersebut. Perilaku generasi dalam hal kehidupan berbangsa dan bernegara memiliki dampak yang signifikan.


Generasi milenial, yang juga merupakan bagian dari Generasi Y, merupakan salah satu generasi yang paling menonjol. Generasi milenial saat ini memiliki anggota yang berusia antara 25 hingga 40 tahun. Mereka tumbuh dalam era di mana teknologi komputer telah merasuki seluruh aspek kehidupan mereka. Mereka dikenal sebagai individu yang mahir dalam penggunaan komputer dan internet, mampu melakukan multitasking, dan memiliki pandangan yang lebih global. Beberapa mengenal mereka sebagai "Generasi N" (Net) atau "Generasi D" (Digital), atau lebih dikenal sebagai "digital natives" atau "penduduk asli digital". Generasi milenial sangat responsif terhadap bahasa visual dan terpengaruh oleh berbagai bentuk media. Mereka cenderung menyukai pengalaman permainan, dan nilai-nilai penting bagi mereka adalah kerja sama, pencapaian, kesederhanaan, dan perilaku etis. Generasi ini tumbuh dalam era globalisasi dan percepatan kapitalisme sebagai hal yang biasa. Beberapa ahli teori yang mengamati dampak Generasi Milenial percaya bahwa mereka memiliki potensi besar sebagai generasi yang proaktif dan berorientasi pada tindakan.
Digitalisasi telah menjadi faktor utama yang memengaruhi perubahan dalam praktik partisipasi (Agir & Mohd Matore, 2022). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, keterbukaan dan kebebasan dalam berpartisipasi dalam hal politik membawa banyak manfaat dalam memberikan pendidikan politik kepada warga negara. Namun, karakteristik komunikasi politik dalam dunia maya juga menghasilkan dampak negatif yang signifikan. Oleh karena itu, pendidikan kewarganegaraan yang sebelumnya bertujuan untuk membekali warga negara dengan pengetahuan dan keterampilan untuk menjadi warga yang baik, demokratis, dan beradab, sekarang dianggap tidak cukup.
Generasi milenial adalah salah satu kelompok utama yang aktif berpartisipasi dalam dunia maya, dan bentuk partisipasi yang mereka praktikkan akan berdampak pada dinamika demokrasi (Baharudin & Mahadir Naidu, 2021). Penting untuk memahami bahwa praktik partisipasi yang efektif harus mematuhi aturan dan memperhitungkan dampaknya terhadap masyarakat.


Perubahan zaman yang disertai dengan kemajuan teknologi informasi telah membentuk karakteristik baru dalam masyarakat. Dalam hal kewarganegaraan, telah muncul tipe warga negara baru yang disebut sebagai "warga negara digital" (digital citizens). Warga negara digital memiliki perilaku khusus yang terkait dengan teknologi, sebagaimana dijelaskan oleh (Roza, 2020) dalam konsep "kewarganegaraan digital" (digital citizenship). Hal ini mencerminkan transformasi dalam cara masyarakat berinteraksi dengan dunia maya dan teknologi dalam hal kewarganegaraan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline