Sejak dikeluarkannya UUD tentang desa pada tahun 2014, asas rekognisi telah diwujudkan pemerintah ditandai dengan disalurkannya dana desa sejak tahun 2015 oleh Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi melalui Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD). Jumlah dana desa yang disalurkan terus meningkat setiap tahun, hingga pada tahun 2020 mencapai Rp 323,32 triliun dan direncanakan akan tersalur Rp. 72 triliun ke 74.961 pada tahun 2021 (Sumber: Portal Kemendesa PDT dan Transmigrasi). Desa-desa telah memanfaatkan dana desa untuk membangun sarana/prasarana yang mendukung langsung aktivitas ekonomi masyarakat, meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan mengembangkan kegiatan kewirausahaan melalui Bumdesa ataupun kelompok-kelompok ekonomi yang ada di masyarakat. Pada masa pandemic ini Kelompok usaha ekonomi kecil dan menengah di pasar on line tumbuh subur bak jamur di musim hujan dan harus diakui bahwa enam tahun terakhir ini kualitas pemanfaatan dana desa untuk kegiatan ekonomi semakin meningkat, ini tentunya tidak lepas dari peran penting kawan-kawan pendamping di desa, kecamatan, kabupaten maupun provinsi.
Ada banyak kegiatan inovatif telah dilakukan masyarakat desa yang dibiayai dana desa tetapi belum didokumentasikan secara baik. Sebagian kecil saja yang berhasil dicapture ataupun dicatat secara kronologis. Capturing adalah penangkapan dan pendokumentasian kegiatan inovatif menjadi sebuah dokumen pembelajaran berbentuk narasi ataupun video untuk dipublikasi dan disebarluaskan sebagai dokumen pembelajaran. Sampai dengan akhir tahun 2019 melalui Program Inovasi Desa (PID) berhasil dikumpulkan sebanyak 32.390 dokumen pembelajaran dalam bentuk narasi dan 13,865 diantaranya dibuat pula dalam bentuk video. Dokumen-dokumen pembelajaran tersebut dikelola oleh Tim Pelaksana Inovasi Desa (TPID) yang tersebar di 6.448 kecamatan. Selanjutnya diverifikasi dan ditetapkan sebagai dokumen pembelajaran inovatif oleh Tim Inovasi Kabupaten (TIK) (sumber: Laporan Akhir PID tahun 2019). Dokumen-dokumen pembelajaran yang dikumpulkan tersebut, kemudian dipilah menjadi 3(tiga) bidang kegiatan utama, yaitu 1). Infrastruktur Desa, 2). Peningkatan Ekonomi Lokal dan Kewirausahaan dan 3). Peningkatan SDM melalui kegiatan Kesehatan dan Pendidikan. Tujuan pemilahan tersebut adalah agar dokumen pembelajaran mudah dalam pencarian untuk digunakan dalam Pertukaran Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID) dalam forum Bursa Inovasi Desa (BID). Bursa Inovasi Desa adalah sebuah forum pertukaran pengetahuan dan inovasi desa dalam rangka perencana pembangunan partisipatif. Melembagakan BID tentunya sangat baik karena dari forum tersebut akan didapat komitmen untuk mereplikasi dan menambah jumlah dokumen-dokumen pembelajaran yang baru, tetapi sayang biaya penyelenggaraan BID cukup mahal, disisi lain masih banyak dokumen pembelajaran yang belum dikelola secara baik. Siapa yang bertanggungjawab mengelola dokumen-dokumen pembelajaran tersebut? Dokumen pembelajaran merupakan rekam jejak kualitas pendampingan kawan-kawan pendamping professional P3MD, maka mengotimalkan tugas fungsi Tenaga Profesional Pendamping Desa sebagai pelaku pengelola dokumen pembelajaran akan sangat fleksibel dan adaptif mengingat merekalah juga yang menjadi tim pengelola dokumen pembelajaran dalam program Inovasi Desa (PID).
Di masa pandemic yang entah kapan akan berakhir ini, forum tatap muka seperti Bursa Inovasi Desa (BID), pelatihan peningkatan kapasitas, diskusi luring dipastikan hampir tidak mungkin dilakukan, sementara cukup banyak dokumen-dokumen pembelajaran dan data-data hasil inovasi desa yang harus dipublikasi ke masyarakat. Cara yang lebih efektif dalam mengelola dokumen-dokumen pembelajaran tersebut adalah dengan merancang dan menerapkan konsep Knowledge Management System (KMS) serta memanfaatkan teknologi informasi agar dokumen-dokumen tersebut dapat diakses secara cepat, sehingga sharing dan replikasi dapat dilakukan lebih mudah. KMS merupakan metode yang dipakai untuk mengidentifikasi, menciptakan, menjelaskan dan mendistribusikan pengetahuan untuk digunakan dan dipelajari kembali sebagai bagian dari proses mencapai tujuan meningkatkan kapasitas pemeberdayaan masyarakat maupun pemerintahan desa. Output dari penerapan KMS adalah 1). menyediakan aplikasi yang dapat menyimpan dan mengelola dokumen pembelajaran dalam bentuk repository dokumen; 2). sebagai alat untuk mengevaluasi dokumen-dokumen pembelajaran yang ada, termasuk mengidentifikasi adanya dokumen pembelajaran yang baru. 3). menyediakan aplikasi yang dapat digunakan untuk mengakses dan memperoleh dokumen pembelajaran yang dibutuhkan oleh desa maupun pengguna lainnya; 4). sebagai alat kolaborasi dalam berbagi pengetahuan baik melalui forum online, chat, Wiki. Fitur KMS tentunya akan memfasilitasi alur proses KMS itu sendiri mulai dari knowledge acquisition (perolehan pengetahuan), creation (penciptaan), repository (gudang penyimpanan), sharing (penyebarluasan), use (penggunaan), dan evaluation (evaluasi)
Sebelum dokumen-dokumen pembelajaran itu benar-benar hilang tak tentu rimbanya karena tidak dikelola secara baik, segeralah bentuk tim perancang , tim maintenance dan tim pengelola KMS sehingga seluruh individu yang berkepentingan dengan dokumen pembelajaran dapat menyerap, menyimpan dan memanfaatkan dengan mudah dokumen-dokumen pembelajaran yang ada.
Rospita LToruan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H