Kebanyakan orang bertanya-tanya termasuk kita sendiri bertanya mengapa negera berkembang seperti Indonesia tidak mampu bersaing dengan negara maju. Ibarat suatu negara adalah rumah dalam kehidupan bertetangga, maka seriap rumah memiliki isi atau tampilan luar yang berbeda-beda yang mencerminkan kelebihan dan keunikan dibandingkan dengan rumah lainnya. Kekukuatan untuk dapat bersaing dengan negara lainnya merupakan kelebihan dan keunikan suatu negara.
Persaingan tersebut dapat diukur dengan tingkat perekonomian suatu negara. Stratifikasi ekonomi lah yang menyebabkan terdapat klasifikasi negara maju, berkembang, dan miskin. Berdasarkan teori ekonomi neoklasik, ekonomi berdiri di atas 3 faktor yaitu modal, tenaga kerja, dan kemajuan teknologi.
Dilihat dari analisis kekuatan internal dan eksternal atau analisis SWOT atas ketiga faktor ekonomi menurut teori ekonomi neoklasik, Indonesia memiliki keunggulan (strength) dan kesempatan (opportunity) yang dapat dikatakan cukup untuk dapat menjadi negara maju.
Dari sisi modal, kekuatan Indonesia terletak pada kepemilikan dan ketersediaan beragam sumber daya alam baik di darat maupun laut yang dapat dimanfaatkan. Untuk sektor investasi, berdasarkan rilis dari Standard & Poor’s (S&P) pada Juni 2019 Indonesia mengalami kenaikan credit ratings menjadi BBB dari grade sebelumnya yaitu BBB.
Hal tersebut menyiratkan keyakinan investor terhadap pengelolaan risiko di Indonesia. Ditinjau dari sisi tenaga kerja, Indonesia memiliki kekuatan karena termasuk dari salah satu negara yang memiliki bonus demografi pada tahun 2030 hingga 2045.
Pada periode tersebut diperkirakan 70 persen rakyat Indonesia adalah penduduk usia produktif. Sedangkan Indonesia memiliki kesempatan (opportunity) yang besar dari sisi teknologi karena berdasarkan survey Emarketer pada tahun 2018 lebih dari 100 juta masyarakat Indonesia merupakan pengguna smartphone.
Selain itu perkembangan startup yang dibina dan dibiayai pemerintah mengalami kemajuan pesat dengan total lebih dari 1.300 startup pada April 2019 dan tercatat beberapa startup asal Indonesia berhasil menjadi Unicorn dan Decacorn. Tentunya hal tersebut dapat menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sadar akan teknologi dan dapat dikatakan bahwa Indonesia adalah raksasa teknologi yang sedang tidur.
Melihat ketiga faktor ekonomi yang dimiliki Indonesia, seharusnya bukan tidak mungkin Indonesia saat ini sudah menjadi salah satu negara maju di dunia, akan tetapi kenyataan berbicara lain. Hingga saat ini Indonesia masih tergolong di dalam negara berkembang. Ternyata faktor ekonomi di atas masih belum bisa menjawab mengapa Indonesia hingga saat ini terjebak di kelas negara berkembang.
Pertanyaan lebih besar adalah mengapa faktor tersebut belum bisa menjawab mengapa sebagian negara bisa menjadi makmur dan sebagian tidak. Ada faktor lain yang mengakibatkan kesenjangan antar negara meskipun memiliki faktor ekonomi yang serupa.
Teori ekonomi yang dicetuskan kaum ortodoks di negara maju yang memakai pendekataan ekonomi atas keseimbangan permintaan dan penawaran berdasarkan rasionalitas individu untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya ternyata tidak banyak membantu ketertinggalan negara berkembang karena setiap negara memiliki ciri khasnya masing-masing. Terdapat celah dari pemikiran tersebut yang mengakibatkan tidak maksimalnya faktor ekonomi dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Berdasarkan kondisi tersebut muncul sebuah pemikiran bahwa maju atau tidaknya suatu negara bergantung pada pengelolaan suatu negara atas ketiga faktor ekonomi di atas. Campur tangan negara dalam pasar menjadi variabel penting yang wajib diperhatikan.