Saad al-Dzari'ah terdiri dari dua kata, yakni saad dan dzari'ah. Saad artinya penghalang, hambatan atau sumbatan. Dzari'ah ditinjau dari segi bahasa adalah "jalan menuju sesuatu", sedang dzari'ah menurut istilah ahli fiqih adalah sesuatu yang menjadi perantara ke arah perbuataan yang diharamkan atau dihalalkan. Ketentuan hukum yang dikenakan pada dzari'ah selalu mengikuti ketentuan hukum yang terdapat pada perbuatan hukum yang menjadi sasarannya. Jika perbuatan itu mengarah kepada perbuatan yang dilarang oleh hukum fiqih, maka perbuatan yang mengarah pada perbuatan yang dilarang itu juga dilarang.
Jadi, Saad al-Dzari'ah adalah penghambat atau penghalang atau penyumbat semua jalan yang berpotensi mengakibatkan mafsadat atau kerusakan.
Adanya batasan dan perubahan (kenaikan) umur minimal untuk menikah ini adalah upaya yang dilakukan atas pertimbangan kemaslahatan keluarga dan rumah tangga. Menikah pada usia terlalu muda kurang baik bagi perempuan, hal ini didasarkan karena secara mental dan intelektual belum siap, sehingga akan mempengaruhi kualitas keturunannya. Selain itu, perempuan yang menikah terlalu muda dikhawatirkan akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan sewaktu melahirkan, karena organ perempuan yang terlalu muda, belum siap untuk mengandung dan melahirkan.
Berdasarkan analisa menggunakan Saad al-Dzrai'ah terhadap aturan batas usia minimal perkawinan, setidaknya ada 3 poin penting prinsip batasan usia perkawinan yang terdapat dalam Undang-Undang Perkawinan di Indonesia.
a. Prinsip kesiapan jiwa, hal ini berkaitan erat dengan proses pematangan psikologis pasangan suami isteri. Mereka harus mempersiapkan mental menjadi seorang suami dan isteri yang mengatur kehidupan rumah tangga, dan lebih dari itu adalah akan menjadi orang tua bagi anak yang lahir nantinya. Selain itu, pasangan suami isteri mampu meredam konflik rumah tangga dan mengatasinya dengan bijak.
b. Prinsip kesiapan raga, dimana calon pasangan suami isteri harus telah matang secara fisik. Dalam artian, bahwa mereka mampu mengemban tanggung jawab, suami menanggung kewajiban nafkah, dan isteri mengamban peran reproduksi. Kematangan alat reproduksi perempuan menjadi begitu penting karena menyangkut dengan keselamatan ibu dan bayi ketika proses persalinan.
c. Prinsip kontrol kependudukan, dalam hal ini pemerintah berupaya untuk mengatur kependudukan melalui laju angka kelahiran. Selain itu, pemerintah juga berusaha untuk meratakan taraf pendidikan, agar anak-anak setidaknya dapat menyelesaikan taraf pendidikannya di usia muda sebelum memutuskan untuk menikah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H