Ngabuburit adalah bahasa yang sudah loma (akrab ) digunakan oleh masyarakat Sunda, khususnya para orang tua sebagai upaya menghibur putera dan puteri mereka agar mau bertahan shaum hingga datang azan maghrib.
Keberadaan istilah ngabuburit sudah ada kira - kira sejak penulis lahir sekitar tahun 1960 - an masyarakat Pasundaan ( urang Sunda ) memiliki budaya yang hingga kini bertahan.
Intinya agar perasaan lapar itu tidak berasa panjang atau lebih tepatnya derita lapar tidak terasa dengan cara menghibur para anak yang tengah berlatih shaum yaitu dengan cara yang sederhana dan remeh - temeh seperti jalan - jalan disekitaran halaman rumah, berkunjung ketetangga sebelah rumah, berkirim takjil atau bernyanyi shalawatan beramai - ramai bersuka cita menjemput saat Maghrib tiba.
Beberapa tahun kebelakang sebelum terkena wabah pandemi COVID-19 istilah ngabuburit itu menjadi marketable untuk menarik minat masyarakat berkunjung ke hotel - hotel bergengsi, Cafe - cafe atau penyelenggaraan event dengan sasaran anak muda kota baik itu Bandung, Jakarta, Semarang Yogya juga Surabaya dsb.
Kita semua tidak ada yang menyangka bahwa sejak awal Februari 2020 kondisi bangsa ini semakin banyak tantangan yang musti dicari solusinya dan dunia pendidikan meliburkan KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) luring, kemudian menyusul semua sektor di off - kan demi suksesnya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang kemudian merata melakukan Work From Home (WFH).
Ngabuburit Kreatif
Secara dunia nyata saat ini ngabuburit dengan acara mengumpulkan orang banyak sudah tidak mungkin lagi.
Semua ingin sehat juga ingin selamat, demi menghindari berbagai kemungkinan yang beban resikonya tentu sangat tinggi, maka pondok pesantren di beberapa wilayah berupaya menyelenggara ceramah umum secara daring termasuk pondok pesantren al Quran Babussalam sebagai Lembaga Pendidikan dan lembaga dakwah berfikir agar proses pendidikan bagi seluruh santri bisa berkelanjutan tidak terputus, maka berbagai upaya dilakukan diantaranya mengupayakan program daring bagi guru, santri dan masyarakat.
Salah satu acara yang dirilis, berdasar pemikiran team saat empat belas hari menjelang Ramadan berfikir dan berusaha mencari solusi agar kegiatan santri bermakna dan tidak sia - sia minimal tujuh menit menjelang buka mereka bisa menyaksikan para gurunya memberi siraman rohani agar Kita dan Kami semua tabah menghadapi situasi asing dan berbeda pada kali ini.
Kajian yang kami persiapkan prioritasnya adalah menggali berbagai ayat al Quran, termasuk belajar Kitab secara online (daring), dengan harapan para santri yang memiliki handphone juga kuota dapat memantau berbagai arahan Bapak Kiyai, Guru - guru dan Alumni yang kami upayakan juga untuk tampil minimal tujuh menit saja.
Penulis berkesempatan untuk mengisi sesuai dengan keterbatasan kemampuan, namun demi menyukseskan acara yang kami gagas baru tahun ini. Sesungguhnya dari sejak dahulu di bulan Ramadan pondok kami lebih mengoptimalkan kegiatan di lapangan, kini semua kegiatan secara nyata tergusur seperti Buka Bersama 1000 santri, Simaan Al Quran, Mubaligh Hijrah semua . . . menemukan taqdirnya ditiadakan.