IKIP -- Bandung masa kini lebih populer dikenal dengan sebutan UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) kadang juga terdengar celotehan bengal para mahasiswa yang sedikit banyak faham kiprah IKIP sejak jaman berdirinya tahun 20 Oktober 1954 dengan kata -- kata Universitas Pendidikan tapina IKIP.
Konotasi kata -- kata mahasiswa 'bengal' dengan singkatan UPI diplesetkan menjadi Universitas Pendidikan tapina IKIP kadang disambut dengan gelak canda kadang setengah getir, entahlah mungkin secara realitas sejarah, ada yang merasa IKIP lebih mengandung makna pejuang tangguh, sedang UPI mugkin lebih mengayomi masyarakat yang mulai pada sikap yang materialism.
Pada hakekatnya semua mahasiswa yang berkesempatan kuliah di Ledeng (salah satu terminal mobil di Lembang - Bandung) jika berjumpa sesama alumni yang diikatkan dengan kata IKIP apakah Bandung, Jakarta atau Malang ada sensasi khusus yang terkadang masing -- masing alumni terasa sulit mendiskripsikan bahasanya meskipun mereka telah lewat menyusun skripsi, thesis bahkan disertasi.
Boleh ya ditafsirkan saja . . . mereka kami dan kita merasa bahagia jumpa sahabat atau teman masa kuliah.
Ketiga alumni IKIP yang tanpa rencana berjumpa di Cimaragas -- Garut yaitu KH. Muchtar Adam angkatan 1981 / 1982 Bapak Abdus Somad, keduanya dari jurusan Bahasa dan Sastra Arab sedang Kang Asep Stroberi dari jurusan Seni Rupa.
Perjumpaan ketiga alumni IKIP -- Bandung pada Ahad 17 Februari 2019 M / 12 Jumadil Akhir 1440 H sesungguhnya tujuan utama kami adalah ta'ziah ke salah satu daerah Tasik pada salah seorang tokoh di Tasik Kiyai H. IIe Abdul Haq yang telah wafat pada hari Jum'at 15 Februari 2019 M / 10 Jumadil Akhir 1440 H.
Ketiga Berjumpa dan Bahagia (pict:dok.pribadi)
Saat Akan pulang (pict : dok.pribadi)
Cimaragas -- Garut Menuju TasikKami berlima satu rombongan kecil sejak ba'da Shubuh telah menyusuri jalan -- jalan di kota Bandung yang baru saja menggeliat, sepakat akan sarapan di luar kota dan ternyata pilihan sang driver yaitu Mas David adalah Warung Nasi Liwet Pak Asep Stoberi Cimaragas Garut.
Hari masih pagi jam 07.45 ketika kendaraan kami menuju parkiran rumah makan terasa sekali masih sepi dan saat menyapukan pandangan disetiap lokasi serta sudut -- sudut saung nampak para khadim dan khadimah (pelayan / pembantu / assisten) sibuk dengan tugas masing -- masing ada yang merapihkan bagian saung ada yang hilir mudik menyiapkan beberapa perangkat saat itu hampir sebagian besar lokasi tengah dibersihkan juga dirapihkan, mereka para khadimah itu membersihkan seantero wilayah yang tampak asri, nyaman dan indah.
Terasa asri karena banyak tetumbuhan hijau diseluruh tempat diseling aneka bunga -- bungaan lokal yang sedap dipandang mata hampir seluruh tetumbuhan perdu tengah berbunga diantaranya kacapiring dengan penataan yang mencurigakan bahwa penatanya adalah berpendidikan seni minimal memiliki jiwa keindahan lingkungan yang terasa letak dan bentuk juga warna begitu harmonis termasuk lukisan -- lukisan yang relatif sederhana namun memikat tergantung rapih disetiap dinding saung.
Saat kami masuk saung pertama seorang khadim mempersilahkan menuju saung ketiga yang telah ia bersihkan, maka kami berlima menuju saung yang telah rapih ada beberapa bantal duduk yang bersih dan kamipun order sekalian saja paket nasi liwet ayam kampung; ketika menunggu inilah dimanfaatkan oleh driver dan Pak Toto yang mengiringinya berkeliling lokasi rumah makan yang resik dan indah.