Buku cetak saat ini seakan kehilangan pamor dibandingkan dengan euforia masyarakat dalam bergawai - ria di Nusantara tercinta. Kita dapat mengamati bersama bahwa perkembangan masyarakat dengan dinamika yang sangat melesat terkadang kami yang sudah sepuh hanya tercengang antara takjub dan prihatin.
Takjub dengan kecepatan teknologi informasi global dimana merambah pada merajainya produk -- produk smartphone (gawai) dan kompetisi yang ketat diantara brand -- brand handphone ternama, level menengah juga yang baru muncul.
Sehingga pada sisi tertentu manfaat gawai bagi sebagian konsumen dapat mempercepat informasi dan pekerjaaannya bahkan menembus ruang dan batas waktu seakan segalanya menjadi lebih mudah bak di alam surga.
Prihatin . . . menyaksikan dimana -- mana orang lebih fokus pada gawainya terutama saat melakukan perjalanan cukup jauh dengan menggunakan angkutan umum di darat khususnya, hampir semua penumpang menggenggam besi tipis tentu lengkap bersama macam -- macam aplikasi.
Bukan sekedar di angkutan umum bahkan terminal -- terminal angkutan umum, station -- station kereta api demikianpun bandara bahkan di rumah kitapun fenomena keluarga Indonesia saat ini semua anggota keluarga terpana tidak berkutik dan merunduk dihadapan benda penggusur budaya baca -- buku.
Sesungguhnya budaya baca rakyat Indonesia sejak lama para pendidik satu sisi mereka membangun dengan susah payah agar anak didiknya gemar membaca dan di dukung penuh oleh pemerintah baik skala nasional maupun skala tingkat provinsi dan daerah akan tetapi disisi lain kondisi saat ini usaha -- usaha yang selama ini telah dilakukan digusur oleh gelombang dan banjir besar produk gawai yang dipasarkan hingga kedusun -- dusun terpencil nun di pelosok sana . . .
Maka tidak perlu heran jika kemudian rilis kompas.com pada kanal edukasi memaparkan bahwa :
Akan tetapi keprihatin kita tidaklah berarti tanpa melakukan apapun minimal untuk lingkungan terkecil dalam keluarga mari mencoba membangun budya membaca buku meskipun hanya buku sederhana saja.
Buku Berlatar Alam Minangkabau
Akhirnya penulis mendapat tiga eksemplar buku dengan kulit depan berwarna kuning emas dan gambar rumah gadang dengan tiga bagonjong separuh bagian atas terang dan sisanya hingga bawah berwarna gelap, rasanya ada kewibawaan di balik rumah tersebut atau ada aroma mistik, entahlah sepertinya hanya penilaian yang sedikit abstrak.