Intan Rosmadewi - no 36
Angin laut seakan sedikit memberi kesejukan diudara panas menyengat, aroma bau amis muncul sejenak saja dan pergi menghilang akan tetapi angin kembali membawa aroma ikan laut yang baru saja turun dari kapal nelayan.
Bau amis terkadang terasa seperti bau garam yang biasa kita gunakan berhari – hari hingga kini.
Laut biru dan langit biru sesama biru di lerai suara mesin menderu – deru melawan ombak, pemandangan yang terasa indah dan sungguh sangat berbeda dengan alam pegunungan yang rimbun pepohonan demi pepohonan saling berdialog segar dengan alam sekitar.
Ketika kapal kecil bermuatan sekitar lebih kurang 50 orang ini mendekati pantai, disambut jejeran nyiur yang sering di dengungkan beberapa lagu pujaan pada negeri berlimpah karunia dan nikmat – Nya.
Nikmatnya . . . .
Adalah terselamatkannya Daeng Udji oleh kapal nelayan dari salah satu pulau . . . di sekitaran perairan kepulauan Selayar, tubuhnya telah berlumut sarung compang camping kebaya yang ia gunakan tanpa bentuk dan rupa, kutang dalamnya hijau bercampur lumpur disempurnakan dengan aroma ikan laut yang telah membusuk, semua keluarga tak peduli itu dipeluknya Daeng Udji dengan perasaan syukur dan bungah yang tiada terhingga.
Lebih satu bulan Daeng Udji terapung – apung di laut tanpa pertolong manusia, karena aturan main yang diberlakukan Nya ia selamat kendati hanya berpegang erat pada sebilah kayu berukuran sekitar dua meter, ia berkisah sehari – hari berusaha memakan ikan – ikan kecil yang lewat di depan matanya pas di permukaan air.
Meskipun dalam dirinya muncul fikiran ganjil dan senyatanya demikian seakan – akan ia mirip sejenis kura – kura atau binatang air pemangsa lainnya, bila hujan tiba Daeng Udji meminum air tawar secara gratis meskipun dengan cara unik dan berbeda.
Mengupas Bawang Merah
Daeng Udji kini di hadapanku . . . .