Lihat ke Halaman Asli

Intan Rosmadewi

TERVERIFIKASI

Pengajar

Selamatkan Tenunan Daerah, Jangan Biarkan Hanya Tinggal Kisah

Diperbarui: 10 Maret 2016   22:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Menenun dengan tekun warisan leluhur, picture : Iqbal Kautsar"][/caption]Indonesia teramat kaya dengan berbagai hal, tidak saja alam – nya yang sedemikian luas dan indah juga berlimpah potensi bila saja di gali dan di kelola  dengan benar maka kesejahteraan akan tercapai bagi penduduknya untuk  semua lapisan.

Sebelum alat mesin tenun ajaib menyerbu negeri ini,   budaya memintal dan menenun hal yang tidaklah dapat dipungkiri dan kita perlu meyakininya karena kiprah para leluhur di jamannya  merupakan salah satu ketrampilan nenek moyang yang adiluhung  bahkan  masih banyak  jejak lacaknya hingga kini di berbagai daerah di Nusantara.

Buktinya masyarakat luas masih bisa menemukan dan membeli kain tapis yang di kenal dari lampung, songket  khas Riau  dan Silungkang wilayah di Sumatera Barat bahkan Ulos dari  Utara Sumatera–demikian sangat  di banggakan ketika upacara – upacara kebesarannya diberlangsungkan.

Kertasari Dilema Usaha dan Budaya

Rumah – rumah yang kami jumpai sepertinya  kompleks satu komunitas masyarakat tertentu memang rata – rata berbentuk model  panggung khas suatu daerah pesisir ( Selayar)  ;  dua orang Ibu duduk tekun keduanya khusyu’ menghadapi benang.

[caption caption="Memintal dengan khusyu' warisan budaya leluhur, picture : Ikbal Kautsa"]

[/caption]

Salah seorang diantara tengah duduk dengan kaki berselonjoran di atasnya membentang susunan benang – benang lembut berwarna jambon tua  seukuran sarung umumnya.

Seorang disampingnya menyusun dan memintal benang berwarna biru dengan peralatan yang sedemikian tradisional terkesan sangat  terbelakang dan kuno,  cuma saja tentu  bukan dari jamannya Fir’aun.

Mengamati keduanya bagi rombongan peserta   Newmont Bootcamp batch – V / 2016 seakan sesuatu hal yang langka dan aneh,  ibarat seorang anak menemukan peralatan permainan baru,  maka para pesertapun disamping bergantian bertanya dengan antusiasme tinggi dan semua tak menyia – nyiakan spot langka dengan  spontan blits saling berpendar, atau suara khas  ceklak – ceklek mengambil gambarpun berulang – ulang terdengar.

Tak berapa lama hidanganpun tersedia dengan lengkap dari olahan masyarakat setempat, disini kisah seafood khas Lombok.

[caption caption="Shouma antusias mencoba belajar menenun di Desa Sade, pict : Ikbal Kautsar"]

[/caption]

Usai santap seafood dan es rumput laut disiang itu,  dengan perasaan membucah penulis menjumpai kerumunan Ibu – ibu yang berada di dalam rumah salah seorang dari mereka kediaman tampak baru  yang sudah tidak berbentuk panggung lagi,  dan terungkaplah ada beberapa diantara mereka sangat berpengalaman menenun bahkan sejak masih remaja telah menggelutinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline